MENJAGA INTERGRITAS DIRI DISETIAP SITUASI MENJAGA INTERGRITAS DIRI DISETIAP SITUASI - SUARA HARIAN OTO BEMO BERODA TIGA
Suara Harian Oto Bemo Beroda Tiga

Komunikasi, Media Ilmu & Pengetahuan Umum Blogging

Langsung ke konten utama

"OTO BEMO.. OTO BEMO.. BERODA TIGA .. TEMPAT BERHENTI.. DITENGAH TENGAH KOTA..PANGGIL NONA..PANGGIL NONA..NAIK KERETA..NONA BILANG..TIDAK PUNYA UANG.. JALAN KAKI SAJA"

MENJAGA INTERGRITAS DIRI DISETIAP SITUASI

Ada sebuah kisah menarik yang mugkin pernah anda jumpai di lingkungan sekitar. Suatu hari, ada seorang ibu yang membeli makanan ringan di mini market. Harga makanan ringan yang dibelinya sebesar Rp 23.500,00. Iya membayar dengan memberikan selambar uang Rp 50.000,00. Kasir kemudian memberikan uang kembalian Rp 28.500,00. Tanpa menghitung ulang, ibu tersebut beranjak dengan membawa belanjaannya. Sesampai di rumah, ibu tersebut menghitung uang kembalian yang ternyata kelebihan Rp 2.000,00. Meskipun cukup jauh dari rumah, ibu itu kembali ke mini market untuk mengembalikan kelebihan uang kembaliannya. Inilah kisah nyata yang mungkin pernah anda temukan dalam kehidupan. Di sinilah integritas itu diuji.
 
Berdasarkan kisah tersebut dapat disimpulkan bahwa integritas berhubungan dengan jati diri. Integritas menunjukkan kesejatian (kemurnian), bukan kemunafikan atau kepura-puraan. Integritas adalah suatu sikap dimana seseorang tetap melakukan hal yang benar dalam berbagai situasi sekalipun tidak ada orang lain mengetahui apa yang sedang ia lakukan. 

Integritas menyatakan apa adanya diri sendiri secara tulus. Integritas adalah suatu keberanian dan keteguhan untuk menyatakan diri secara jujur tanpa manipulasi demi keuntungan atau motivasi tertentu. Orang yang berintegritas memiliki keutuhan dan keselarasan dalam pikiran, perasaan, sikap, perbuatan dan perkataan. Semua aspek di dalam dirinya, baik internal maupun eksternal tetap sinkron dan harmonis. Tidak ada sedikitpun rekayasa atau kepalsuan.

Menurut pendapat Paul J. Meyer integritas merupakan daya hidup seseorang yang berkualitas. Integritas bukanlah hal abstrak, melainkan suatu bentuk kepribadian yang secara nyata ada di dalam diri seseorang tentu saja setiap orang memiliki daya dan tingkat integritas masing-masing.

Intergritas antara satu orang dengan yang lain tidak sama. Meskipun terdapat kemiripan secara kasat mata, hal itu tetap saja berbeda. Integritas pribadi dalam dunia kerja menjadi salah satu syarat yang harus dimiliki setiap pekerja. Integritas yang dimaksud bisa diangkat oleh siapa pun sesuai dengan usaha dan upaya membentuk jati dirinya.

Sifat – sifat yang menunjukkan bahwa seseorang memiliki integritas, diantaranya bertanggungjawab, jujur, menepati perkataan, serta setia. Jadi, berbicara tentang integritas tidak pernah lepas dari kepribadian dan karakter seseorang, yaitu meliputi sifat-sifat seperti dapat dipercaya, berkomitmen, bertanggungjawab, jujur, berbuat benar, serta setia. Seorang pekerja harus memiliki intergritas setinggi dan sebaik mungkin. Sebab, intergritas seseorang akan memperlihatkan usaha-usaha yang konsisten, teguh pendirian, serta tidak mudah terkena pengaruh dari luar. Dengan intergritas memadai, orang tersebut akan menjadi pribadi yang adil (fair). Artinya, ia bisa menerima perbedaan, keunggulan, serta kekurangan pada orang lain dan diri sendiri. 

Selain itu, seorang pekerja juga harus tegas sehingga menampakkan kewibawaan dari dalam dirinya. Ingatlah bahwa kesejatian tidak akan luntur. Intergritas yang luntur bukan hanya membuktian kepalsuan, tetapi hal itu juga berarti tidak dibangun di atas pondasi yang benar. Ujian dan proses akan membuktikan kredibilitas dari sebuah intergritas.

Bagi seseorang yang belum mengalami situasi di dalam lingkungan kerja boleh jadi meremehkan apa yang disebut dengan integritas. Pikiran atau perasaan seseorang yang merendahkan integritas menunjukkan bahwa ia belum mengerti makna dari integritas itu sendiri.  Membentuk intergritas diri memang bukanlah perkara instan. Sebab, pada prinsipnya integritas memerlukan proses  panjang agar dapat terbentuk. Integritas juga bukan sifat yang alami. Itulah penyebab setiap orang harus memapah dirinya sendiri agar memiliki intergritas.

Karena intergritas merupakan bagian penting dari kepribadian seorang pekerja, maka tidak sedikit diantara mereka rela mengorbankan sesuatu dari dirinya demi menjadi sosok yang memiliki integritas. Adakalanya, untuk mencapai suatu impian memang harus disertai dengan pengorbanan yang tulus. Maka, sangat wajar apabila seseorang bersusah payah demi menjadi pribadi yang memiliki integritas tinggi. Diakui atau tidak, tanpa adanya intergritas, seseorang mustahil bisa survive (bertahan) di dalam suatu pekerjaan. Bahkan, jika seseorang tidak memiliki integritas maka ia akan sulit mendapatkan pekerjaan sekalipun sesuai dengan bidangnya.

Patut dipahami bahwa integritas seseorang akan memantapkan identitas dirinya sebagai seorang pekerja. Dimanapun seorang itu bekerja, hal yang dilihat secara kasat mata ialah integritas dirinya. Integritas itulah yang akan mempertegas identitasnya sebagai seorang pekerja. Integritas akan mempengaruhi pola kerja, sikap, serta prilakunya di lingkungan pekerjaan.

Sebagaimana diketahui bersama, integritas seseorang meliputi segala bentuk tingkah laku. Tanpa adanya integritas yang matang, seorang pekerja biasanya akan jatuh pada tindakan tercela, misalnya korupsi. Jika seorang pekerja telah melakukan tindak korupsi dengan sengaja atau hanya memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan, itu berarti ia tidak kokoh sebagai pribadi yang memiliki integritas. Padahal, tidak diragukan lagi bahwa integritas merupakan bagian penting dari identitas seseorang pekerja professional.

Tanpa adanya intergritas, seorang pekerja akan miskin identitas atau pada umumnya orang lain mengatakan sebagai “krisis identitas diri”. Pehatikan contoh orang yang miskin identitas berikut ini. Memang benar bahwa dirinya tahu dan paham sesuatu yang sebaiknya dilakukan. Namun, dalam praktiknya orang tersebut sering menyeleweng. Itulah salah satu gambaran ketiadaan intergritas di dalam diri seorang pekerja. Artinnya, ia termasuk bagian dari pekerja yang miskin identitas.

Pada umumnya, setiap orang mengetahui bahwa krisis identitas akan mendatangkan cita buruk atau negatif terhadap dirinya. Akan tetapi, lantaran pada dasarnya sudah tidak memiliki intergritas, ia cendrung melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hati nuraninya. Artinya, ia rela melakukan tindakan tak terpuji sekalipun sebenarnya mengetahui bahwa tindakan tersebut tidak baik.

Supaya tidak megalami krisis identitas dan tetap memiliki intergritas diri dalam menjalani pekerjaan, maka hal yang perlu pertama kali anda lakukan ialah menghormati profesi yang telah dipilih. Apapun profesi anda, tentu lebih baik dari pada tidak mengamil pekerjaan yang ada. Setiap profesi yang dimiliki seseorang pasti lebih baik dari pada menjadi pengangguran. Dengan demikian, integritas diri adalah modal utama bagi setiap pekerja.

Oleh karena itu, anda harus menghormati profesi yang sekarang dijalani. Segera arahkan pikiran anda menjadi lebih positif sehingga dapat menerima posisi dan jenis pekerjaan apapun. Sejatinya, setiap pekerjaan itu baik sekaligus penting untuk menopang kehidupan dan jembatan bagi karier anda dimasa depan. PENETAPAN VISI KERJA OLEH PEKERJA


Bagaimana Reaksi Anda Tentang Artikel Ini?

Komentar

POPULAR POST

IMAM AL GHOZALI JELASKAN MUSIK DAN TARIAN PARA SUFI

Musik dan tarian para sufi dijelaskan oleh Imam Al Ghazali. Hukum musik dan tarian tergantung bagaimana keduanya digunakan. Sedangkan bagi kaum sufi, musik dan tarian yang mereka lakukan merupakan sepenuhnya bersifat keagamaan. Imam Al-Ghazali dalam kitabnya berjudul Kimia-i Sa'adah menjelaskan, para sufi memanfaatkan musik untuk membangkitkan cinta yang lebih besar kepada Allah dalam diri mereka. Dan dengan bermusik, para sufi kerap mendapatkan penglihatan dan kegairahan rohani. Maka dalam hal ini, hati para sufi menjadi sebersih perak yang dibakar di dalam tungku. Mencapai suatu tingkat kesucian yang tak akan pernah bisa dicapai oleh sekadar hidup prihatin walau seberat apapun. Baca Juga :  Kharomah-sayidah-nafsiah-dan-wali-allah Para sufi kemudian menjadi sedemikian sadar akan hubungannya dengan dunia rohani. Sehingga mereka kehilangan segenap perhatiannya akan dunia ini dan kerap kali kehilangan kesadaran indriawi. Meskipun demikian, para calon sufi dilarang ikut ambil bagian d