Lelaki alim bernama Muammar Taqi pusing tujuh keliling. Hari-harinya menjadi menjemukan. Nikmat sering bertemu dengan Nabi Muhammad dalam mimpi tiba-tiba berhenti. Berminggu-minggu ia merenung mencari-cari, apa gerangan yang terjadi pada dirinya? Padahal, ia tidak berubah sama sekali, termasuk dalam ibadah dan laku spiritualitas lainnya. Kejadian itu berlangsung lama, hingga sekali waktu ketika ia tidur malam, Muammar Taqi bermimpi bertemu dengan Rasulullah. Seperti biasa, Rasulullah datang dengan wajah yang sangat teduh. Namun, keteduhan wajah itu tak menghalangi kegundahan hati Muammar Taqi. Hal itu mendorongnya untuk bertanya kepada Rasulullah. “Mengapa engkau tidak mau menyapa dan berkunjung ke mimpiku lagi, ya Rasulullah?” Rasul tersenyum, kemudian menjawab. “Bagaimana mungkin aku mengunjungimu sementara antara dirimu dengan diriku ada hijab yang sangat tebal?” Muammar Taqi kelimpungan. “Apa itu? Katakan padaku, Ya Rasulullah.” “Kau menulis karangan yang membantah An-Nabhāni” Set