PERBEDAAN SURGA BAGI KAUM SUFI DAN KAUM AWAM ADALAH JIWA PERBEDAAN SURGA BAGI KAUM SUFI DAN KAUM AWAM ADALAH JIWA - SUARA HARIAN OTO BEMO BERODA TIGA
Suara Harian Oto Bemo Beroda Tiga

Komunikasi, Media Ilmu & Pengetahuan Umum Blogging

Langsung ke konten utama

"OTO BEMO.. OTO BEMO.. BERODA TIGA .. TEMPAT BERHENTI.. DITENGAH TENGAH KOTA..PANGGIL NONA..PANGGIL NONA..NAIK KERETA..NONA BILANG..TIDAK PUNYA UANG.. JALAN KAKI SAJA"

PERBEDAAN SURGA BAGI KAUM SUFI DAN KAUM AWAM ADALAH JIWA

Surga
Didalam rukun iman disebutkan bahwa kita harus mengimani hari akhir, hari pembalasan, dan termasuk juga mengimani surga dan neraka.

Surga berasal dari bahasa Sansekerta, Suar = Cahaya, dan Ga = pergi menuju. Sedangkan dalam Al Qur'an, tidak ada kata Surga, yang ada adalah kata Al Jannah. Kata jannah berakar dari huruf ‘jim’ dan ‘nun’ artinya tersembunyi atau tertutup.  Ada banyak kata yang satu akar dengan kalimat jannah yakni : ajinah/janin, jinan, janna, junnah, majnun, junun, jin dll.. Ajinah=janin (QS 53:32), jinan=hati, janna= malam (QS 6:76), junnah=perisai/kain, majnun=gila, junun=kegilaan, dan jin. 

Disebut janin karena tetutup rahim, disebut hati karena tersembunyi, disebut malam karena sinar matahari tertutup belahan bumi lain, disebut perisai/kain karena menutupi badan, disebut gila karena tertutup akal, dan disebut jin karena tertutup dari mata manusia. 

Jika surga adalah kebun, pasti kebun yang tertutup. Jika surga adalah taman, pasti taman yang tertutup. Jika surga adalah keindahan, pasti keindahan yang tertutup. itu artinya wujud surga adalah sesuatu yang masih tertutup.

Lalu seperti apa sebenarnya surga dan neraka itu? Dalam kitab suci dilukiskan bahwa surga adalah suatu tempat yang penuh kenikmatan untuk bersenang-senang bersama bidadari bidadari dan kenikmatan lainnya yang semuanya itu diperuntukkan bagi mereka yang taat kepada Tuhan. Sedangkan neraka adalah tempat siksaan bagi mereka yang ingkar kepada Tuhan. Tidak ada yang mengetahui sesungguhnya seperti apa bentuk wujud surga dan neraka bagi kita yang masih hidup didunia ini kecuali apa yang sebatas Nabi sampaikan.

Didalam ilmu syareat kita selalu diajarkan bagaimana nikmatnya surga dan pedihnya neraka, jika kita taat kepada Tuhan kita akan mendapatkan pahala dan dimasukkan surga dan jika durhaka kepada Tuhan kita akan ditimpakan azab dan dimasukkan kedalam neraka. Hal ini tidaklah salah karena memang ini tertulis didalam Alqur'an.

Namun jangan lantas berfikir kerdil dan mengartikan surga sebagai 'berhubungan...' dengan 72 bidadari, makan serta minum yang enak dan nikmat_nikmat saja. Jika engkau berfikir surga seperti itu, jelas surgamu hanya sebatas perut dan kemaluanmu saja, tidak lebih dari itu.

Pada hakikatnya Surga bukanlah tujuan yang sebenarnya dari sebuah pengabdian kepada Tuhan, tapi surga adalah imbalan yang mengiringi pengabdian tersebut 
jika kita berbuat baik di dunia maka diberikanlah imbalan surga  agar kita yakin bahwa kebaikan kita akan dibalas nantinya.

Didalam ajaran sufi ibadah kepada Allah, bukan karena ingin mengharap surgaNya atau sebab takut akan nerakaNya bukan karena mereka sombong akan tetapi karena kecintaan mereka kepada Rabb_Nya bahkan lebih dari itu yakni tujuan mereka ialah dapat melihat dan memandang Tuhan yang maha agung.

Persepsi Surga bagi kaum Sufi memiliki makna yang berbeda dengan persepsi surga bagi orang awam yang dipersepsikan sebagai kenikmatan biologis. Bagi kaum Sufi bidadari yang digambarkan oleh Al-Qur’an dan hadits hanyalah maknawiah saja yang hakikat sebenarnya adalah Tajalli (penampakan) sifat-sifat dan Asma Kemahaindahan Tuhan.

Surga bagi kaum Sufi adalah Ma’rifatullah dengan derajat kema’rifatan yang berbeda-beda. Karena nikmat tertinggi di surga adalah Ma’rifat Dzatullah. Jadi kalimat didalam do'a Rabi’ah Adawiyah tentang ibadah tanpa keinginan surga maksudnya adalah surga fisik dengan kenikmatan fisik yang selama ini kita persepsikan.

Dan hal ini bagi kaum sufi menjadi penghalang (hijab) antara hamba dengan Tuhannya dalam proses kema’rifatan. Para Sufi membersihkan jiwa dan hatinya dari segala bentuk dan tujuannya selain Allah, mereka hanya menginginkan Allah, bukan menginginkan makhluk Allah. Surga dan neraka adalah makhluk Allah. Apakah seseorang bisa wushul (sampai) kepada Allah, jika tujuannya dari makhluk menuju kepada makhluk?

Abu Yazid al-Bisthami ketika ditanya “Apakah surga itu? Surga hanyalah mainan dan kesukaan anak-anak. Aku hanya mencari Dzat Allah. Bagiku surga bukanlah kenikmatan yang sejati. Dzatnya menjadi sumber kebahagiaanku, ketentraman yang menjadi tujuanku.”

Rabi’ah al-Adawiyah pernah berkata : “Setiap hamba punya syarat. Setiap iman punya hakikat, apakah hakikat iman anda?” Rabi’ah menjawab, “Saya menyembah Allah bukan lantaran takut Dia. Karena dengan persepsi demikian, aku seperti budak hina yang bekerja hanya karena takut. Tidak pula lantaran ingin surga, agar tidak seperti budak hina yang diupah. Akan tetapi aku menyembah-Nya karena cinta dan rindu kepada-Nya.” Baca Juga : Ingin-anakmu-tidak-tersesat

Jika surga dan neraka tak ada masihkah kau menyebut namaNya?

Syair lagu
"O.. Allah Tuhanku.. aku tidak menyembahMu karena takut akan neraka, karena itulah penyembahannya seorang budak. Aku pun tidak menyembahMu karena cinta akan surga, karena itu adalah penyembahannya seorang pedagang. Aku menyembahMu karena Engkau memang pantas untuk disembah. Inilah ibadah orang-orang yang merdeka."


Bagaimana Reaksi Anda Tentang Artikel Ini?

Komentar

POPULAR POST

SUARA RAKYAT ADALAH SUARA TUHAN CARANYA MEMBANGUN JARINGAN PARTAI POLITIK PENGUSUNG PEMILUKADA 2018

“Vox Populi Vox Dei.” Suara Rakyat adalah Suara Tuhan, suatu pernyataan yang cukup populer di masa pence-rahan (renaesance), ketika  rakyat mulai berani menggugat hegemoni penguasa absolut. Pada saat itu, slogan perlawanan ini memang cukup mengena. Sebab yang dihadapi adalah penguasa otoriter yang menyamakan dirinya dengan Tuhan, atau merasa mendapat hak istimewa dari Tuhan untuk menguasai segenap aspek kehidupan manusia. Dalam perkembangannya, semboyan tersebut, menjadi pupuk perangsang tumbuhnya ide-ide demokrasi atau paham kedaulatan rakyat. Dewasa ini, kalimat dengan empat kata itu, juga masih kerap terdengar nyaring. Maklum, hingga saat ini, demokrasi masih dianggap konsep terbaik penyelenggaraan kekuasaan negara, dan hampir sebagian besar negara di dunia menyatakan dirinya sebagai negara demokrasi. Rakyat sebagai pemilik kedaulatan pun naik daun. Aspirasi dan keinginan rakyat menjadi amat bertuah, sehingga jadi obyek buruan para pihak yang berambisi menguasai negara...

KEISTIMEWAAN IMAM HADDAD RA PENCIPTA RATIB AL HADDAD

Keistimewaan Imam Haddad RA, Pencipta Ratib Al Haddad 1. Imam Abdullah Al-Haddad bin Alwi bin Muhammad bin Ahmad bin Abdullah bin Muhammad bin Alwi bin Ahmad bin Abu Bakar bin Ahmad bin Muhammad bin Abdullah bin al-Faqih Ahmad bin Abdurrahman bin Alwi bin Muhammad Shahibu Marbath bin Ali Khali` Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali al-Uraidhi bin Ja`far ash-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin al-Husain bin Ali bin Abi Thalib, suami Fathimah az-Zahra binti Rosulillah SAW. 2. Al-Arifbillah Quthbil Anfas Al-Imam Habib Umar bin Abdurrohman Al-Athos ra. mengatakan, “Al-Habib Abdullah Al-Haddad ibarat pakaian yang dilipat dan baru dibuka di zaman ini, sebab beliau termasuk orang terdahulu, hanya saja ditunda kehidupan beliau demi kebahagiaan umat di zaman ini (abad 12 H)”. 3. Al-Imam Arifbillah Al-Habib Ali bin Abdullah Al-Idrus ra. mengatakan, “Sayyid Abdullah bin Alwy Al-Haddad adalah Sultan ...