Syaikh Siti Jenar yang merupakan wali kontroversial ternyata tidak wafat dieksekusi seperti dipersepsikan masyarakat Islam selama ini. "Saya meneliti sejarah Syaikh Siti Jenar dari sekitar 300 pustaka kuno yang tidak ada di perpustakaan, ternyata persepsi tentang Syaikh Siti Jenar seperti selama ini tidak benar," kata Agus Sunyoto selaku penulis buku di Surabaya, Sabtu.
Ia mengungkapkan hal itu untuk meluruskan stigma jelek terhadap sosok Syaikh Siti Jenar dalam bedah buku bertajuk "Susuk Malang Sungsang" yang berjumlah tujuh jilid di Toko Buku (TB) Togamas Surabaya.
Bedah buku karya Agus Sunyoto itu menampilkan pembahas Mohammad Sobary (mantan PU LKBN ANTARA/LIPI), Prof DR Setyo Yuwono Sudikan (budayawan/guru besar Universitas Negeri Surabaya), dan KH Agus Ali Masyhuri (PP Bumi Sholawat, Tulangan, Sidoarjo). Menurut Agus Sunyoto, Syaikh Siti Jenar juga tetap menjalankan syariat (hukum dan amal dalam beragama) dan tidak mengajarkan "sasahidan" atau ajaran yang sesat dan menyesatkan seperti dipersepsikan orang selama ini. "Jadi, para pengikut beliau menganggap persepsi orang tentang Syaikh Siti Jenar selama ini merupakan kebohongan, bahkan dalam soal tauhid (keimanan) pun, Syaikh Siti Jenar tidak menganggap dirinya adalah Tuhan," katanya.
Ajaran manunggaling kawula-Gusti (kesatuan Tuhan dan manusia), katanya, merujuk pada Al-Qur’an (firman Allah SWT) bahwa Allah SWT ada dimana-mana tanpa dibatasi ruang, gerak, dan waktu atau Tuhan selalu ada dalam setiap ruang kosong. "Ketika Nabi Muhammad SAW membangun ka’bah bukan berarti Tuhan itu ada di ka’bah tapi di tengah-tengah ka’bah ada ruang kosong. Nah, Tuhan selalu ada di dalam setiap ruang kosong, apakah di Timur Tengah, Indonesia, atau alam semesta ini," katanya. Membedah buku karya Agus Sunyoto itu, budayawan Prof DR Setyo Yuwono Sudikan yang juga guru besar Universitas Negeri Surabaya (Unesa) itu mengatakan Agus Sunyoto telah melakukan dekonstruksi sosok Syaikh Siti Jenar melalui buku. "Agus Sunyoto telah melakukan dekonstruksi ketokohan dan ajaran Syaikh Siti Jenar.
Dari zaman ke zaman, negara memang telah menguatkan hegemoni terhadap ulama, pujangga, dan tokoh masyarakat yang dianggap kritis dan berbahaya," katanya. Senada dengan itu, budayawan Mohammad Sobary yang juga mantan Pemimpin Umum (PU) LKBN ANTARA itu menyatakan karya Agus Sunyoto membuktikan bahwa sejarah itu tidak pernah selesai dan kebenaran sejarah juga tak selalu final. "Paling tidak, Agus Sunyoto telah menampar wajah para ilmuwan yang selama ini merasa puas dengan sejarah yang sudah ada, bahkan Agus Sunyoto juga berhasil membongkar tabir mitos yang selama ini melingkupi Syaikh Siti Jenar," katanya.
Namun, katanya, karya Agus Sunyoto akan lebih hebat lagi jika tidak hanya berhenti pada penampilan sosok Syaikh Siti Jenar secara lebih adil, melainkan juga mendorong pembaca tertarik meneladani Syaikh Siti Jenar dan akhirnya sujud kepada Allah SWT yang menciptakan tokoh seperti Syaikh Jenar. Catatan serupa juga dikatakan pengasuh Pesantren Bumi Sholawat, Tulangan, Sidoarjo, KH Agus Ali Masyhuri.
"Agus Sunyoto memang mampu menjebol stigma jelek tentang sosok Syaikh Siti Jenar," katanya. Bahkan, katanya, pandangan bahwa Syaikh Siti Jenar itu mampu mengubah diri seperti cacing atau anjing telah dibantah, karena pandangan seperti itu sama halnya dengan rekayasa untuk memojokkan seorang wali. Baca Juga : Perbedaan-surga-bagi-kaum-sufi
Bagaimana Reaksi Anda Tentang Artikel Ini?
Komentar
Posting Komentar
SILAKAN KOMENTAR SESUAI TOPIK.....