PENTINGNYA MEMPERBAIKI TAMPILAN LUAR PENTINGNYA MEMPERBAIKI TAMPILAN LUAR - SUARA HARIAN OTO BEMO BERODA TIGA
Suara Harian Oto Bemo Beroda Tiga

Komunikasi, Media Ilmu & Pengetahuan Umum Blogging

Langsung ke konten utama

"OTO BEMO.. OTO BEMO.. BERODA TIGA .. TEMPAT BERHENTI.. DITENGAH TENGAH KOTA..PANGGIL NONA..PANGGIL NONA..NAIK KERETA..NONA BILANG..TIDAK PUNYA UANG.. JALAN KAKI SAJA"

PENTINGNYA MEMPERBAIKI TAMPILAN LUAR

Pepatah Inggris mengatakan : “Don’t judge a book by it’s cover”, yang secara harfiah berarti : jangan menilai sebuah buku hanya dari sampulnya. Pepatah tersebut memiliki makna bahwa hendaknya kita tidak menilai seseorang atau sesuatu hanya melalui tampilan luarnya. Namun dalam kehidupan sehari-hari, pepatah tersebut seringkali kita abaikan dan bahkan tidak relevan dalam keseharian kita dalam berinteraksi dengan orang lain. Sering kali kita menilai sesuatu hanya melalui tampilan luar atau apa yang bisa kita lihat secara kasat mata.

Dalam kehidupan sehari-hari, pepatah “Jangan menilai sebuah buku hanya dari sampulnya” seringkali tidak relevan. Kita sering merasakan bahwa kesan pertama sangatlah penting dalam mempengaruhi penilaian seseorang terhadap sesuatu. Sebagai contoh, ketika kita memilih buku-buku yang dalam keadaan tersegel sehingga kita hanya dapat melihat dan membaca tulisan pada sampulnya, tentu kita akan menilai buku-buku tersebut melalui tampilan sampulnya sebab kita tidak diperkenankan membuka segel untuk mengetahui bagaimana dan seperti apa isi dari buku-buku yang kita pilih tersebut, dan pada akhirnya, kita akan menjatuhkan pilihan kita pada buku dengan tampilan sampul yang paling menarik. Baca juga Pentingnya-melakukan-survey-bisnis

Pengandaian memilih buku dari sampul sebagaimana dicontohkan di atas kurang lebih sama dengan cara seseorang menilai orang lain, terutama orang yang baru pertama kali ditemuinya. Kesan pertama akan diperoleh sesorang dengan cara melihat orang lain dari tampilan luarnya, melihat selera pakaiannya, melihat kerapian penampilannya, dan melihat tampilan luar lain yang dapat dijangkau oleh panca indra. Sebab jika bukan dari hal-hal yang kasat mata atau apa yang telah disaksikan oleh panca indra, melalui apa lagi seseorang akan dapat menilai dan memberi pandangan tentang orang lain?. Untuk benar–benar mengerti dan mendalami isi atau sifat dari orang lain, seseorang membutuhkan waktu yang panjang, tidak cukup hanya menilai dari sekali dua kali pertemuan.

Implementasi dari pepatah “menilai buku berdasarkan sampulnya” juga dapat kita temui dalam dunia kerja dan kehidupan sehari-hari. Ketika kita melamar pekerjaan misalnya, kita akan dihadapkan pada tes wawancara. Dalam tes wawancara tersebut, seringkali sang penguji hanya menanyakan sedikit hal tentang diri kita, misalnya hanya menanyakan data diri kita, paling jauh menanyakan apa visi dan misi kita.

Pertanyaan yang sangat singkat tersebut tentu tidak akan mampu menjawab apalagi menggambarkan tentang siapa sebenarnya diri kita dan bagaimana sifat kita. Dalam tes wawancara, sebenarnya sang penguji lebih banyak melihat dan memerhatikan tampilan luar kita, hanya menilai melalui apa yang dapat ditangkap melalui panca indranya, baik dari mata, telinga, dan indra-indra lainnya. Sebab tidak mungkin sang penguji atau sang pewawancara akan dapat membaca isi hati kita. Maka dalam hal ini, kesan pertama akan sangat menentukan penilaian. Penampakan luar yang mengesankan akan berdampak pada diterima atau ditolaknya seseorang dalam mencari pekerjaan di tempat yang baru.

Dari contoh-contoh pengalaman di atas, tentu kita dapat menyimpulkan betapa pentingnya penampilan atau tampakan luar bagi kesan dan penilaian seseorang. Jika penampakan luar kita baik, maka akan baik pula kesan kita di mata orang lain, setidaknya kesan awal. Sebaliknya jika penampakan luar kita terlihat jelek  di mata orang, kesan tersebut akan melekat dibenak seseorang dan hanya akan berubah setelah ia benar-benar mengenali diri kita atau mendengar tentang kebaikan diri kita dari orang lain. Pada kebanyakan kasus, kesan awal yang diterima seseorang akan melekat begitu lama dan bahkan akan sulit terhapus dari ingatan.

Untuk itulah, kita mesti memperbaiki tampilan luar kita agar memberi kesan awal yang baik pada orang lain dalam memberi penilaian akan diri kita. Awal yang baik merupakan modal yang sangat penting dalam memulai segala sesuatu, terutama perkenalan. Adapun penampakan luar yang harus kita perbaiki bisa berupa penampilan atau gaya berpakaian kita, dari bahasa kita, dari budi dan gestur tubuh kita dan lain sebagainya. Mengapa memperbaiki penampakan luar dalam diri kita penting untuk dilakukan? Jawabannya adalah, karena orang lain akan menilai diri kita dari apa yang dapat ditangkap melalui panca indranya.

Memerhatikan gaya berpakaian merupakan langkah awal dalam memperbaiki penampakan awal kita dalam memberi kesan baik di mata orang lain. Apa yang melekat pada badan kita akan menjadi salah satu unsur penilaian orang lain tentang diri kita. Jika kita berpakaian rapi, tentu orang lain akan lebih nyaman dan terkesan kepada kita.

Sebaliknya jika kita berpenampilan acak-acakan, maka orang lain akan tidak nyaman melihat kita. Dalam kehidupan sehari-hari, gaya berpakaian seringkali menjadi unsur paling penting dalam memberikan kesan awal. Sebagai contoh, orang yang memakai cerlana panjang sobek-sobek dengan kaos yang sudah kusut akan memeberi kesan dalam diri kita bahwa orang tersebut sangat urakan, dan orang yang urakan biasanya berpotensi sulit diatur dan sulit dinasihati.

Begitu pun sebaliknya, orang yang berpakaian rapi akan menimbulkan kesan yang baik dalam diri kita. Contoh yang lebih kongkret lagi, kita akan menilai seseorang yang sering memakai peci dan sarung sebagai orang yang religius, meski kita tidak pernah melihat secara langsung orang tersebut sedang salat. Hal ini menunjukan bahwa gaya berpakaian akan menjadi unsur terpenting dalam memberikan kesan awal pada orang lain. Maka perbaikilah penampilan kita dan gaya berpakaian kita agar tidak terlihat buruk di mata orang lain.

Memperbaiki gaya bicara juga penting kita lakukan agar orang lain yang mendengarkan pembicaraan kita akan terkesan. Jika gaya bicara kita tidak baik apalagi terkesan membosankan, maka penilaian orang lain tentang diri ktia tidak akan terlalu baik. Gaya bahasa seringkali menunjukan sifat sopan santun seseorang. Maka perbaikilah gaya bicara kita agar kita terlihat santun di mata orang, sehingga kesan yang kita tinggalkan pada orang lain akan terdengar baik dan menyenangkan.   

Pepatah “Don’t judge a book by it’s cover” bisa jadi bukan berarti kita tidak boleh menilai sesuatu dari tampilan luarnya, sebab hal itu merupakan hal yang sangat manusiawi. Barangkali pepatah ini lebih dekat pada pemaknaan bahwa sebaiknya kita tidak tergesa-gesa dalam menilai sesuatu atau seseorang. Ada proses yang lebih lanjut untuk menilai baik atau buruknya sesuatu. Jika ingin menilai buku, hendaknya jangan tergesa-gesa menilai baik buruknya hanya dari sampulnya, melainkan baca dulu isinya. Namun tidak ada salahnya jika kita memperbaiki penampilan luar. Sebab bukankah terdapat istilah tentang Jatuh cinta pada pandangan pertama?” Jatuh cinta disini bukan hanya berarti hubungan percintaan antar lawan jenis, melainkan cinta dalam tataran yang lebih luas lagi, yaitu hubungan persaudaraan antar sesama manusia. Jika orang lain bisa jatuh cinta pada penampakan luar kita, maka kita akan lebih mudah menjalin hubungan dan komunikasi dengan orang tersebut. DIATAS LANGIT MASIH ADA LANGIT


Bagaimana Reaksi Anda Tentang Artikel Ini?

Komentar

POPULAR POST

IMAM AL GHOZALI JELASKAN MUSIK DAN TARIAN PARA SUFI

Musik dan tarian para sufi dijelaskan oleh Imam Al Ghazali. Hukum musik dan tarian tergantung bagaimana keduanya digunakan. Sedangkan bagi kaum sufi, musik dan tarian yang mereka lakukan merupakan sepenuhnya bersifat keagamaan. Imam Al-Ghazali dalam kitabnya berjudul Kimia-i Sa'adah menjelaskan, para sufi memanfaatkan musik untuk membangkitkan cinta yang lebih besar kepada Allah dalam diri mereka. Dan dengan bermusik, para sufi kerap mendapatkan penglihatan dan kegairahan rohani. Maka dalam hal ini, hati para sufi menjadi sebersih perak yang dibakar di dalam tungku. Mencapai suatu tingkat kesucian yang tak akan pernah bisa dicapai oleh sekadar hidup prihatin walau seberat apapun. Baca Juga :  Kharomah-sayidah-nafsiah-dan-wali-allah Para sufi kemudian menjadi sedemikian sadar akan hubungannya dengan dunia rohani. Sehingga mereka kehilangan segenap perhatiannya akan dunia ini dan kerap kali kehilangan kesadaran indriawi. Meskipun demikian, para calon sufi dilarang ikut ambil bagian d