Pada sebuah hari yang disebut “1 Januari”, dunia disatukan sebuah ilusi. Ada “tahun baru”. Seakan-akan tahun — dianggap mewakili waktu dan diberi nomor, misalnya 2022 — adalah panggung yang berbatas tiang dan layar. Panggung itu berganti-ganti secara periodik, dan di sanalah hidup kita digelar. Tiap kali layar dibuka lagi setelah 12 bulan, kata “baru” jadi ajektif yang dengan meriah diteriakkan. Seperti sebuah konsensus, atau mungkin kelatahan — setidaknya di dunia kota besar — gelas berdenting; sirene melolong; trompet-trompet kertas ditiup mulut yang basah; lagu dan kata-kata, juga doa pendek, dinaikkan ke udara. Manusia — di Jakarta, Seoul, KL, Ryadh, Paris, New York, Rio, Tokio, dan entah mana lagi — seperti sedang bertemu di satu saat yang sama. Tapi kita tahu, itu hanya ilusi. Apa yang disebut “1 Januari” tak satu: di Wladiwostok berbeda sekian jam dari di Wonokromo. K...