BIOGRAFI KH MAIMUN ZUBAIR BIOGRAFI KH MAIMUN ZUBAIR - SUARA HARIAN OTO BEMO BERODA TIGA
Suara Harian Oto Bemo Beroda Tiga

Komunikasi, Media Ilmu & Pengetahuan Umum Blogging

Langsung ke konten utama

"OTO BEMO.. OTO BEMO.. BERODA TIGA .. TEMPAT BERHENTI.. DITENGAH TENGAH KOTA..PANGGIL NONA..PANGGIL NONA..NAIK KERETA..NONA BILANG..TIDAK PUNYA UANG.. JALAN KAKI SAJA"

BIOGRAFI KH MAIMUN ZUBAIR

Profil dan Biografi KH Maimun Zubair (Mbah Moen). Ia dikenal sebagai kiai atau ulama kharismatik dari Indonesia. Selain menjadi seorang ulama, ia juga dikenal sebagai seorang politikus. Berikut Profil dan Biografi KH Maimun Zubair (Mbah Moen).

Daftar Isi
Biodata KH Maimun Zubair (Mbah Moen)
Nama Lengkap : KH Maimun Zubair
Dikenal : Mbah Moen
Lahir: Rembang, Jawa Tengah, 28 Oktober 1928
Agama: Islam.
Wafat : Mekkah, Arab Saudi, 6 Agustus 2019
Orang Tua : KH Maimun Zubair (ayah), Nyai Mahmudah (ibu).
Anak : KH Abdullah Ubab, KH Gus Najih, KH Majid Kamil, Gus Abdul Ghofur, Gus Abdur Rouf, Gus Muhammad Wafi, Gus Yasin, Gus Idror, Sobihah, Rodhiyah
Pekerjaan : Ulama, Pimpinan Pondok Pesantren
Organisasi : Nahdlatul Ulama
Partai politik : Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Profil dan Biografi KH Maimun Zubair (Mbah Moen)
Beliau lahir dengan nama lengkap Maimun Zubair atau kemudian dikenal dengan nama Mbah Moen. Ia dilahirkan pada tanggal 28 Oktober 1928 di Rembang, Jawa Tengah. Ayah KH Maimun Zubair bernama KH Zubair Dahlan dan ibunya bernama Nyai Mahmudah.

Ia lahir dari keluarga yang memiliki latar belakang agama Islam yang kuat. Ayahnya merupakan seorang ulama yang pernah berguru dengan Syekh Said Al-Yamani dan Syekh Hasan al-Yamani al-Makky.

Riwayat Pendidikan KH Maimun Zubair (Mbah Moen)
Sejak usia kecil, ia dibimbing oleh orang tuanya dengan ilmu agama yang kuat. Ia belajar agama dari ayahnya dan juga dari para ulama di Serang, Banten.

Dalam riwayat pendidikan KH Maimun Zubair diketahui bahwa ia pada tahun 1945, beliau menimba ilmu ke Pesantren Lirboyo yang berada di Kediri, Jawa Timur hingga tahun 1949.

Setelah itu, ia kemudian kembali ke kampungnya, mengamalkan ilmu yang ia peroleh di pesantren ke masyarakat. Kemudian pada tahun 1950, Ia berangkat ke Mekah untuk belajar dengan ulama di Mekkah.

Salah satunya adalah Sayyid Alawi al-Maliki, Syekh al-lmam Hasan al-Masysyath, Sayyid Amin al-Quthbi, Syekh Yasin Isa al-Fadani, Syekh Abdul Qodir al-Mandaly. Disana ia belajar selama 2 tahun.

Biografi KH Maimun Zubair (Mbah Moen)

Ia kemudian kembali ke Indonesia dan pergi belajar ke beberapa ulama di tanah Jawa. Gurunya adalah Kiai Baidhowi, Kiai Ma’shum Lasem, Kiai Bisri Musthofa (Rembang), Kiai Wahab Chasbullah, Kiai Muslih Mranggen (Demak), Kiai Abdullah Abbas Buntet (Cirebon), Syekh Abui Fadhol Senori (Tuban), dan beberapa kiai lain.

Selama belajar ia juga menyusun kitab-kitab yang kemudian dijadikan rujukan untuk para santri seperti kitab al-ulama al-mujaddidun.

Setelah lama belajar di Mekkah dan di wilayah lain di Jawa, ia kemudian kembali ke Serang, Banten dan mengajar agama disana.

Mendirikan Pondok Pesantren Al-Anwar
Pada tahun 1965, Beliau kemudian mendirikan Pesantren al-Anwar. Pesantren inilah kemudian menjadi destinasi para santri yang belajar kitab kuning dan turats. Karena ilmunya yang banyak, masyarakat kemudian mengenal Kh Maimun Zubair sebagai ulama kharismatik dan kharismatik.

Selain dikenal sebagai ulama yang aktif dalam mengajarkan ilmu agama ke Masyarakat, KH Maimun Zubair juga dikenal aktif dalam dunia politik serta organisasi.

Karir Politik dan Organisasi KH Maimun Zubair (Mbah Moen)
Pada tahun 1971, KH Maimun Zubair terjun ke dunia politik menjadi anggota DPR wilayah Rembang hingga tahun 1978. Kemudian pada tahun 1987, beliau menjadi Anggota MPR RI utusan Jawa tengah hingga tahun 1999.

KH Maimun Zubair juga dikenal aktif dalam organisasi Nahdatul Ulama yang didirikan oleh KH Hasyim Asyari. Dalam biografi KH Maimun Zubair (Mbah Moen) diketahui bahwa ia pernah menjabat sebagai Ketua Syuriah NU Provinsi Jawa Tengah dari tahun 1985 hingga 1990. Beliau juga pernah menjadi Ketua Jam’iyah Thariqah NU.

Selain itu ia juga aktif dalam organisasi partai seperti menjadi Ketua MPP Partai Persatuan Pembangunan dari tahun 1995 hingga 1999, dan kemudian menjadi Ketua Majelis Syari’ah PPP sejak 2004.

Biografi KH Maimun Zubair (Mbah Moen)

Dalam biografi KH Maimun Zubair (Mbah Moen) diketahui bahwa ia menikah dengan nyai Hj Fatimah yang merupakan anak dari KH Baidhowi Lasem. Istrinya Hj Fatimah meninggal dunia pada tanggal 18 Oktober 2011.

Dari pernikahannya ini, ia dikaruniai tujuh orang anak. Namun empat diantaranya meninggal ketika masih kecil, sedangkan tiga orang anaknya yang lain diketahui bernama KH Abdullah Ubab, KH Muhammad Najih dan Neng Shobihah.

KH Maimun Zubair (Mbah Moen) juga diketahui menikah dengan wanita bernama Nyai Masthi’ah, anak dari KH Idris asal Cepu. Dari pernikahannya ini, ia dikaruniai 8 orang anak, yakni KH Majid Kamil, Gus Ghofur Gus Ro’uf, Gus Wafi, Gus Yasin, neng Shobihah (meninggal), serta neng Rodhiyah.

Ia juga diketahui menikah dengan seorang wanita bernama Nyai Maryam. Sosok KH Maimun Zubair atau Mbah Moen sangat dihormati oleh masyarakat. Pendidikan Ilmu agama yang didapat olehnya bukanlah dari pendidikan formal namun kebanyakan melalui nonformal seperti pesantren dan belajar langsung dari pada ulama. Baca Juga : Humor-gusdur-mahfud-tidak-bisa-menolak

KH Maimun Zubair (Mbah Moen) Wafat
KH Maimun Zubair (Mbah Moen) yang dikenal sebagai ulama kharismatik ini wafat di Mekkah pada tanggal 6 Agustus 2019 saat sedang menunaikan haji. Ia kemudian dimakamkan di pemakaman Al Ma’la, Mekkah. yang dihadiri oleh ratusan orang.


Bagaimana Reaksi Anda Tentang Artikel Ini?

Komentar

POPULAR POST

IMAM AL GHOZALI JELASKAN MUSIK DAN TARIAN PARA SUFI

Musik dan tarian para sufi dijelaskan oleh Imam Al Ghazali. Hukum musik dan tarian tergantung bagaimana keduanya digunakan. Sedangkan bagi kaum sufi, musik dan tarian yang mereka lakukan merupakan sepenuhnya bersifat keagamaan. Imam Al-Ghazali dalam kitabnya berjudul Kimia-i Sa'adah menjelaskan, para sufi memanfaatkan musik untuk membangkitkan cinta yang lebih besar kepada Allah dalam diri mereka. Dan dengan bermusik, para sufi kerap mendapatkan penglihatan dan kegairahan rohani. Maka dalam hal ini, hati para sufi menjadi sebersih perak yang dibakar di dalam tungku. Mencapai suatu tingkat kesucian yang tak akan pernah bisa dicapai oleh sekadar hidup prihatin walau seberat apapun. Baca Juga :  Kharomah-sayidah-nafsiah-dan-wali-allah Para sufi kemudian menjadi sedemikian sadar akan hubungannya dengan dunia rohani. Sehingga mereka kehilangan segenap perhatiannya akan dunia ini dan kerap kali kehilangan kesadaran indriawi. Meskipun demikian, para calon sufi dilarang ikut ambil bagian d