NAMUN AKU BUKAN AKU, BUKAN AKU ADALAH AKU NAMUN AKU BUKAN AKU, BUKAN AKU ADALAH AKU - SUARA HARIAN OTO BEMO BERODA TIGA
Suara Harian Oto Bemo Beroda Tiga

Komunikasi, Media Ilmu & Pengetahuan Umum Blogging

Langsung ke konten utama

"OTO BEMO.. OTO BEMO.. BERODA TIGA .. TEMPAT BERHENTI.. DITENGAH TENGAH KOTA..PANGGIL NONA..PANGGIL NONA..NAIK KERETA..NONA BILANG..TIDAK PUNYA UANG.. JALAN KAKI SAJA"

NAMUN AKU BUKAN AKU, BUKAN AKU ADALAH AKU

Hmmmm! jangan katakan bahwa aku adalah aku, aku bukan aku, bukan aku adalah aku.
Meskipun kau adalah kau dan aku adalah aku. Namun aku bukan aku, bukan aku adalah aku.

Batin dan zahirku adalah engkau, aku bukan aku, bukan aku adalah aku.
Gaib dan kehadiranku adalah engkau, aku bukan aku, bukan aku adalah aku.

#Ghazal Maulana Rumi dalam Divan Syams Tabrizi#

Dalam syair diatas, Maulana Rumi ingin menjelaskan ada 'aku' yang palsu dan ada 'aku' yang asli. Namun tidak mudah menafikan 'aku' yang palsu tuk menemukan 'aku yang asli. Karena itu Rumi senantiasa mengulang-ngulangnya;
aku bukan aku
Bukan aku adalah aku.

Aku palsu adalah aku yang senantiasa nampak. aku palsu adalah aku yang senantiasa menunjukkan identitasnya. Namun bukankah aku pasti menunjukkan identitasnya ? Bukankah identitas pasti menunjukkan aku ? Dan juga bukankah jika aku dinafikan bermakna tak ada lagi yang terlihat atau tak ada lagi identitas ?

Maulana ingin mengatakan, jika kita menyelam di dalam diri kita yang paling dalam, maka kita akan menemukan Tuhan. Sebagaimana Firman Tuhan, 'dan Aku lebih dekat dari urat lehermu'. Karena itu, aku yang paling batin adalah aku yang ambigu. Karena aku adalah aku namun dalam aku ada Tuhan. Sehingga kata Rumi, zahir dan batinku adalah kamu.

Namun untuk sampai ke 'aku' yang ambigu mesti menafikan aku yang palsu. Kata Rumi, jika kita masih mengatakan 'aku bukan aku' bermakna kita belum menafikan keakuan kita secara totalitas. Bukti untuk sampai pada penafian diri yang mutlak, kita mesti mengatakan, bukan aku adalah aku. Sejak awal mesti menafikan diri yang telah menunjukkan kefanaan diri kita sepenuhnya. Baca Juga : Lampu-lampu-itu-berbeda-namun-cahaya

Sebagaimana firman Allah swt kepada Rasulullah saw;
"Bukan engkau yang melempar ketika engkau melempar".

Dalam ranah sufistik. Aku asli adalah aku yang ambigu. Ambigu dalam pengertian bahwa di dalam diri saya ada Ilahi sehingga saya adalah aku yang telah sirna di dalam singgasana Ilahi, tentu sirna dalam pemaknaan fana. Wahlahu'alam


Bagaimana Reaksi Anda Tentang Artikel Ini?

Komentar

POPULAR POST

IMAM AL GHOZALI JELASKAN MUSIK DAN TARIAN PARA SUFI

Musik dan tarian para sufi dijelaskan oleh Imam Al Ghazali. Hukum musik dan tarian tergantung bagaimana keduanya digunakan. Sedangkan bagi kaum sufi, musik dan tarian yang mereka lakukan merupakan sepenuhnya bersifat keagamaan. Imam Al-Ghazali dalam kitabnya berjudul Kimia-i Sa'adah menjelaskan, para sufi memanfaatkan musik untuk membangkitkan cinta yang lebih besar kepada Allah dalam diri mereka. Dan dengan bermusik, para sufi kerap mendapatkan penglihatan dan kegairahan rohani. Maka dalam hal ini, hati para sufi menjadi sebersih perak yang dibakar di dalam tungku. Mencapai suatu tingkat kesucian yang tak akan pernah bisa dicapai oleh sekadar hidup prihatin walau seberat apapun. Baca Juga :  Kharomah-sayidah-nafsiah-dan-wali-allah Para sufi kemudian menjadi sedemikian sadar akan hubungannya dengan dunia rohani. Sehingga mereka kehilangan segenap perhatiannya akan dunia ini dan kerap kali kehilangan kesadaran indriawi. Meskipun demikian, para calon sufi dilarang ikut ambil bagian d