INGIN ANAKMU TIDAK TERSESAT INGIN ANAKMU TIDAK TERSESAT - SUARA HARIAN OTO BEMO BERODA TIGA
Suara Harian Oto Bemo Beroda Tiga

Komunikasi, Media Ilmu & Pengetahuan Umum Blogging

Langsung ke konten utama

"OTO BEMO.. OTO BEMO.. BERODA TIGA .. TEMPAT BERHENTI.. DITENGAH TENGAH KOTA..PANGGIL NONA..PANGGIL NONA..NAIK KERETA..NONA BILANG..TIDAK PUNYA UANG.. JALAN KAKI SAJA"

INGIN ANAKMU TIDAK TERSESAT

Ingin Anakmu Tidak Tersesat? Ini Wasiat Guru Sekumpul Martapura

KH Muhammad Zaini Abdul Ghani (1942-2005) adalah seorang ulama’ besar dan tokoh kharismatik dari Banjar Kalimantan. Beliau biasa disapa Abah Guru Sekumpul atau Tuan Guru Ijai. Ulama’ yang masih cucu Rasulullah ini mendidik masyarakat dengan sangat sejuk, santun, dan mendamaikan hati.

Kepada para muridnya, Guru Sekumpul selalu mengajak agar tidak tersesat. Guru Sekumpul setia menuntun dan menemani santri dan masyarakat menuju cahaya dan ajaran Nabi Muhammad SAW. Makanya, muridnya beliau tidak hanya yang berada di pesantren saja, melainkan juga para pejabat negara, politisi, militer, pengusaha, dan lainnya. Gus Dur dikenal sangat dengan Guru Sekumpul.

Terkait masalah pendidikan anak, Guru Sekumpul memberikan wasiat khusus kepada para orang tua. Wasiat Guru Sekumpul berangkat dari nilai-nilai ruhani, sehingga anak anak benar-benar memegang teguh aqidah Islam. Berikut ini beberapa wasiat Guru Sekumpul agar anak kita tidak tersesat.

Pertama, jangan sering dibuat nangis. Kalau seorang anak itu sering menangis atau sedih, maka otak anak itu akan sempit (sudah untuk pintar). Maka, buatlah seorang anak selalu bahagia dan gembira.

Kedua, anak kecil itu seperti seorang wali (karena tidak pernah berbuat dosa). Karena itu, jangan sampai berbuat seenaknya dengan anak kecil. Dari sini pula, anak kecil itu mudah sakit, kenapa?

Karena anak kecil itu memikul dosa orang tuanya (ayah dan ibunya) yang belum bertaubat kepada Allah SWT. Dosa orang tua bisa dosa yang memang disengaja atau dosa yang tidak disengaja. Makanya, jangan sampai menjadi orang tua yang tega dengan anaknya sendiri. Orang tua seharusnya segera bertaubat kepada Allah SWT dan banyak meminta ampun (istighfar) kepada-Nya.

Ketiga, jangan sering dipuji dengan pujian yang berlebihan. Jangan sampai anak menjadi sombong dan besar kepala karena kita sebagai orang tua gegabah memuji anak kita.

Keempat, jika ingin anak kita menjadi orang yang alim (juga sholeh dan sholehah), maka orang tua bisa mengusakan dengan berbagai hal. a)  carilah pekerjaan yang halal (dan berkah); b) arahkan anak-anak kita belajar agama yang benar. Makanya, carilah guru yang jelas karena anak-anak itu akan mengikuti gurunya; c)  jagalah makanan anak-anak itu yang benar-benar halal; d) carikanlah sahabat, yakni teman-teman yang baik. Anak-anak akan mudah dipengaruhi oleh teman pergaulannya; e) kenalkan dan arahkan menjadi cinta kepada orang-orang alim dan sholeh.

Itulah empat hal wasiat Guru Sekumpul yang mesti kita pahami bersama-sama. Wasiat ini sangat familiar bagi para santrinya. Wasiat ini sangat tepat, karena saat ini sekolah formal belum memberikan kondisi aman bagi anak-anak. Banyak sekali kesesatan yang bisa menyertai anak-anak kita, khususnya dalam hal beragama. Baca Juga : Biografi-prabowo-subianto-kabinet

Dengan wasiat ini, kita mendidik dan mengarahkan anak-anak kita untuk selalu dekat dengan ulama’, sehingga kelak seorang anak mempunyai dasar akidah yang kuat dan selalu mudah berbagi untuk memberikan manfaat kepada sesama. (mm)


Bagaimana Reaksi Anda Tentang Artikel Ini?

Komentar

POPULAR POST

IMAM AL GHOZALI JELASKAN MUSIK DAN TARIAN PARA SUFI

Musik dan tarian para sufi dijelaskan oleh Imam Al Ghazali. Hukum musik dan tarian tergantung bagaimana keduanya digunakan. Sedangkan bagi kaum sufi, musik dan tarian yang mereka lakukan merupakan sepenuhnya bersifat keagamaan. Imam Al-Ghazali dalam kitabnya berjudul Kimia-i Sa'adah menjelaskan, para sufi memanfaatkan musik untuk membangkitkan cinta yang lebih besar kepada Allah dalam diri mereka. Dan dengan bermusik, para sufi kerap mendapatkan penglihatan dan kegairahan rohani. Maka dalam hal ini, hati para sufi menjadi sebersih perak yang dibakar di dalam tungku. Mencapai suatu tingkat kesucian yang tak akan pernah bisa dicapai oleh sekadar hidup prihatin walau seberat apapun. Baca Juga :  Kharomah-sayidah-nafsiah-dan-wali-allah Para sufi kemudian menjadi sedemikian sadar akan hubungannya dengan dunia rohani. Sehingga mereka kehilangan segenap perhatiannya akan dunia ini dan kerap kali kehilangan kesadaran indriawi. Meskipun demikian, para calon sufi dilarang ikut ambil bagian d