NASEHAT IMAM AL GHOZALI TENTANG POLITIK KEKUASAAN NASEHAT IMAM AL GHOZALI TENTANG POLITIK KEKUASAAN - SUARA HARIAN OTO BEMO BERODA TIGA
Suara Harian Oto Bemo Beroda Tiga

Komunikasi, Media Ilmu & Pengetahuan Umum Blogging

Langsung ke konten utama

"OTO BEMO.. OTO BEMO.. BERODA TIGA .. TEMPAT BERHENTI.. DITENGAH TENGAH KOTA..PANGGIL NONA..PANGGIL NONA..NAIK KERETA..NONA BILANG..TIDAK PUNYA UANG.. JALAN KAKI SAJA"

NASEHAT IMAM AL GHOZALI TENTANG POLITIK KEKUASAAN

Nasihat Imam Al-Ghazali Tentang Politik Kekuasaan
Hujjatul Islam Imam Abu Hamid Al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin juz II mengatakan: “Sesungguhnya, kerusakan rakyat disebabkan oleh kerusakan para penguasanya, dan kerusakan penguasa disebabkan oleh kerusakan ulama, dan kerusakan ulama disebabkan oleh cinta harta dan kedudukan; dan barang siapa dikuasai oleh ambisi duniawi ia tidak akan mampu mengurus rakyat kecil, apalagi penguasanya. Allah-lah tempat meminta segala persoalan”..

Bagi Imam al-Ghazali, krisis yang menimpa suatu negara dan masyarakat berakar dari kerusakan yang menimpa para ulamanya. Karena itu, reformasi yang dilakukan Sang Imam dimulai dengan memperbaiki para ulama. Selain itu dalam pandangannya, pemimpin negara tidak boleh dipisah dari ulama. Ulama tidak boleh ditinggalkan, sebagaimana agama tidak boleh ditinggalkan oleh negara. Ulama pun harus memberikan kontribusinya dengan nasihat dan peringatan terutama nasihat-nasihat akidah dan adab kepada pemimpin.

Usaha-usaha perbaikan politik yang dilakukan Imam al-Ghazali dengan menerapkan amar ma’ruf nahi munkar kepada ulama sekaligus kepada penguasa. Tahapan usaha yang dilakukan adalah, peringatan, kemudian nasehat. Imam al-Ghazali sangat  berkomitmen terhadap faktor perbaikan dan pembaharuan. Baginya, seorang ulama atau ilmuwan semestinya melakukan reformasi konstruktif untuk kebaikan politik di negara. Mereka tidak boleh diam, karena ini merupakan bentuk dari amar ma’ruf nahi munkar.

Al-Ghazali pun telah menunjukkan dirinya sebagai ulama yang memiliki pemikiran cemerlang,  yang disegani dan diterima oleh para pejabat negara serta para ulama lain pada zamannya. Kepada pemimpin negara, ia memberi nasihat bagaimana cara menjalankan sebuah sistem kenegaraan yang mempertimbangkan adab untuk kemaslahatan bersama dengan pemimpin yang mempunyai integritas tinggi ditopang dengan kekuatan syariah.

Pikiran-pikiran utama Imam al-Ghazali tentang politik dituangkan dalam buku al-Tibr al-Masbuk fi Nasihati al-Muluk. Buku ini adalah kumpulan nasihat yang ditujukan kepada Sultan Muhammad ibn Malik Syak dari dinasti Saljuk. Kandungan utama kumpulan surat-surat nasihat itu dapat dikelompokkan ke dalam dua poin besar. Pertama, Imam al-Ghazali memprioritaskan pada kekuatan akidah tauhid. Kedua,  berisi naihat-nasihat moral, keadilan keutamaan ilmu, dan ulama.

Dalam awal naskah nasihatnya, Imam al-Ghazali memulai dengan kaidah-kaidah Iman. Dalam bab ini, disamping menginginkan sultan tetap loyal pada keimanan yang benar, al-Ghazali mengingatkan sultan bahwa kekuasaan tertinggi di dunia ini adalah al-Khalik (Allah Swt). Dalam hal ini, tampaknya juga secara implisit al-Ghazali memberi peringatan bahwa kekuasaan sultan hanyalah titipan Allah Swt.

Allah memberi amanah kepada Sultan untuk menstabilkan negeri sesuai dengan syariat-Nya. Dalam sub-sub bab Kitabnya, al-Ghazali menulis tentang Ke-Esaan-Nya; tiada satu pun yang menyamai-Nya. Al-Ghazali mengingatkan tentang akhirat dan tugas Nabi Muhammad Saw.

Politik
Meskipun menulis banyak hal pada masalah tasawuf , Imam al-Ghazali tetap masih peduli dengan jalannya kekuasaan. Ia selalu menasehati para penguasa, agar selalu menegakkan kalimah Tauhid. Nasihat Tauhid ini dimaksudkan untuk melindungi pejabat-pejabat negara agar tidak terpengaruh dengan pemikiran Syi’ah Batiniyah yang berkembang pada zaman itu. Kelompok Batiniyah ini terkenal sebagai kelompok sesat sempalan yang radikal.

Nasihat-nasihat imam al-Ghazali itu sangat berpengaruh terhadap kestabilan politik Sultan Saljuk, terutama untuk meredam gerakan Syi’ah Batiniyah. Penguasa Nizam al-Muluk akhirnya menyatakan bahwa Batiniyah adalah kelompok sesat. Menurut Sultan,  tujuan utama gerakan mereka sebenarnya adalah untuk menyingkirkan  Muslim Sunni (baca Abu Hamid al-Ghazali, Fada’ih al-Batiniyah, hal 11).

Selanjutnya di pembahasan berikutnya dalam kitab tersebut, Imam al-Ghazali memulai dengan penjelasan tentang adab dan etika seorang pemimpin.  Yang pertama-tama harus dipahami, menurut Imam al-Ghazali adalah mengetahui hakikat kepemimpinan (al-wilayah) dan bahaya-bahayanya  "jika tidak amanah".

Al-Wilayah (kekuasaan) adalah Kenikmatan yang diberikan oleh Allah Swt, dan apabila seseorang diberi kenikmatan tersebut dalam hidupnya, tetapi tidak mengetahui hakikat nikmat tersebut dan justru sebaliknya ia berbuat dzhalim dengan kekuasaannya serta mengikuti hawa nafsunya. Pemimpin yang demikian, kata Imam al-Ghazali,  telah menempatkan posisinya sebagai musuh Allah Swt.

Jika seseorang telah menempatkan posisinya sebagai musuh Allah Swt sebagaimana tersebut di atas,maka inilah titik bahaya seorang pemimpin. Rasulullah Saw pernah mengingatkan, bahwa seorang pemimpin harus memperhatikan tiga perkara:
  1. Apabila rakyat meminta / membutuhkan belas kasih, maka sang khalifah wajib          berbagi kasih kepada mereka.                                                                               
  2. Apabila menghukumi mereka maka berbuatlah adil.  
  3. Laksanakan apa yang telah kamu katakan (tidak menyalahi janji)
Dari nasihatnya kepada khalifah terlihat, bahwa negara yang ideal adalah negara yang memiliki orang-orang berbasis Islam yang kuat, sehingga negara diurus dengan parameter syari’ah. Usaha Al-Ghazali menuai hasil yang bagus, keadaan negara stabil, syari’ah diamalkan, dan pemikiran-pemikiran menyimpang tidak dihirau oleh warga negara.

Setelah seorang pemimpin memiliki pemahaman Islam yang kokoh serta mengetahui hakikat kekuasaan, maka hal yang juga penting adalah menghindari sifat takabbur. Karena, menurut al-Ghazali, biasanya setiap pejabat pasti dicoba dengan rasa takabbur.  Takabbur seorang pemimping adalah penyakit hati yang sangat berbahaya, karena akan mendorong pada perbuatan saling bermusuhan yang tentu menarik pada pertumpahan darah (Al-Tibr al-Masbuk fii Nasihat al-Muluk, hal. 8).

Seorang raja haruslah rela berdekatan dengan rakyatnya, melepas baju kesombongan. Begitu pentingnya memenuhi kebutuhan rakyatnya, Imam Al-Ghazali bahkan berfatwa bahwa mendatangi rakyat untuk memberi sesuap kebutuhannya adalah lebih baik daripada menyibukkan diri beribadah sunnah. Mereka,  rakyat kecil,  adalah lemah, maka harus diperlakukan dengan lembut dan penuh kasih. Ia juga mengingatkan Sultan agar jangan sekali-kali menerima suap dari rakyatnya dengan meninggalkan syari'at.

Imam Al-Ghazali berpendapat, bahwa pemimpin harus memiliki syarat, diantaranya:  mampu berbuat adil di antara masyarakat (tidak nepotisme). Melindungi rakyat dari kerusakan dan kriminalitas, dan tidak dzhalim (tirani). Selain itu, seorang pemimpin harus memiliki integritas, penguasaan dalam bidang ilmu negara dan agama, sehingga dalam menentukan kebijakan ia bisa berijtihad dengan benar. Sehat zhahir dan batinnya, pemberani, memiliki keahlian siasat perang, dan kemampuan intelektual untuk mengatur kemaslahatan rakyat.

Ada dua hal penting yang ditekankan oleh Imam al-Ghazali dalam nasihat-nasihatnya, yaitu penguatan akidah dan adab. Dua hal ini tampaknya bagi Al-Ghazali merupakan faktor utama menjadi hamba Allah Swt yang sejati. Dengan istilah lain basicfaith yang ingin dikokohkan kepada para pejabat negara adalah merupakan pandangan dasar tentang iman. Karena asas bagi setiap perilaku manusia, termasuk aktifitas ilmiah dan teknologi. Setiap aktifitas manusia akhirnya dapat dilihat pada pandangan hidupnya. Seorang khalifah yang memiliki pandangan hidup Islam yang kokoh, maka semua kebijakannya tak terlepas dari pola fikir Islam.

Sedangkan adab menjadi penting karena manusia yang beradab (Insan adabi) adalah orang yang menyadari sepenuhnya tanggung jawab dirinya kepada Allah Swt dan memahami serta menunaikan keadilan terhadap diri dan orang lain dalam masyarakatnya. Serta terus berupaya meningkatkan setiap aspek dalam dirinya menuju kesempurnaan manusia. Pemikiran itu lahir dikarenakan tantangan besar yang dihadapai Imam Al-Ghazali pada masa itu. Tantangan perang pemikiran dan degradasi moral. Maka perbaikannya pun dengan menawarkan konsep adab dan menjawab tantangan pemikiran Syi’ah Batiniyah.

Dan akhirnya, Imam al-Ghazali  dalam teori kenegaraannya  mengutamakan perpaduan moral dengan kekuasaan. Negara dan pemerintahan dipimpin oleh manusia biasa, akan tetapi harus memiliki moral yang baik. Demi mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara universal, kebahagiaan dunia dan akhirat. Maka ia memandang, agama dan negara tidak bisa dipisahkan;  agama adalah pondasi, sedangkan pemerintahan adalah penjaga. SUARA RAKYAT ADALAH SUARA TUHAN


Bagaimana Reaksi Anda Tentang Artikel Ini?

Komentar

POPULAR POST

CARA MENINGKATKAN PENGGUNAAN WAKTU BEKERJA DENGAN TEPAT

Seorang pekerja tangguh akan mempergunakan waktu dengan sebaik-baiknya. Sebab, ia menyadari bahwa waktu adalah organisasi, kekuasaan, ukuran, dan bernilai uang. Pekerja tangguh yang dapat mengatur dan menggunakan waktu dengan baik seperti berhasil menerapkan manajemen waktu. Salah satu cara untuk meningkatkan penggunaan waktu dengan tepat ialah memulai segala kegiatan secara bersamaan dan serempak. Oleh karena itu, anda harus mempunyai kepribadian kuat sebagai modal utama dalam belajar. Pekerja tangguh senantiasa berusaha keras sehingga memiliki kebebasan dalam berekspresi. Dengan demikian, hal tersebut merupakan komponen dasar dari keselarasan antara keinginan dan kebutuhan pandangan mata. Disiplin juga berarti tepat waktu dalam segala hal. Ketika seseorang menuntun dirinya menjadi pekerja yang selalu tepat waktu, maka dengan sendirinya ia telah menunjukkan komitmen dan kesetiaan terhadap perusahaan. Dengan kata lain, ia telah berusaha mempertanggungjawabkan tugas-tugasnya...

AN NIFARI SANG PENGELANA YANG ENGGAN BICARA

An-Nifari, Sang Pengelana yang Enggan Bicara Ketinggian tokoh sufi dari Irak ini konon melebihi Rumi dan Hallaj. Dia adalah teoritikus sufi sekaligus sastrawan besar. “Ketika kita sudah melakukan sesuatu dengan baik dan bersungguh-sungguh, mengapa harus meributkan penilaian orang lain? Bukankah Ridha-Nya yang kita harapkan?” Nama mistikus ini agak asing di telinga kita. Tidak seperti al-Hallaj, ia seakan kurang begitu terdengar. Padahal dimata para ahli tasawuf, pandangan-pandangan sufistiknya sangat berpengaruh. Terbukti dari banyaknya para sufi sesudahnya yang banyak mengikutinya. Dia adalah An-Nifari, yang telah meninggalkan jejak kesufian yang luar biasa. Dalam memaknai tasawuf, misalnya, ia lebih berhati-hati. Itu sebabnya ia menjadi panutan bagi para sufi yang lain. Nama lengkapnya ialah Muhammad ibnu Abdul Jabbar bin al-Husain an-Nifari. Di dunia sastra klasik Irak, namanya menjulang karena karya-karyanya yang masyhur. Tapi sejarah hidupnya sulit dilacak. Menurut c...

AGAMA DIMASA DEPAN

Agama Dimasa Depan Kehidupan saat ini adalah kehidupan yang serba kompleks, banyak sekali nilai-nilai agama yang dipertaruhkan demi kekuasaan, arogansi mayoritas, dan kepentingan-kepentingan kelompok yang sempit, disamping itu, agama juga punya sebuah tantangan hebat dari realitas yang terjadi saat ini, mampukah agama menjadi solusi terhadap berbagai masalah persoalan ummat manusia saat ini? Persoalan memudarnya kasih sayang diantara sesama manusia, pertikaian antar kelompok, merebaknya kekerasan, merebaknya intoleransi antar agama dan antar golongan, antara mayoritas dan minoritas, tragedi kemanusiaan yang terjadi dimana-mana, pembantaian umat manusia hanya demi ideologi kepentingan kelompok dan kekuasaan seperti yang terjadi di suriah, afganistan, rohingnya, thailand selatan, dll. Ketika agama tidak bisa menyelesaikan semua persoalan-persoalan ini, salahkah ketika agama harus ditinggalkan oleh penganutnya? Dan apa fungsi dan gunanya agama kalau tidak bisa menyelesaik...

KEKUATAN TEKAD MERUPAKAN FAKTOR PENTING MENUJU KESUKSESAN

Kekuatan Tekad Merupakan Faktor Penting Menuju Kesuksesan Menurut anda, apakah yang menjadi faktor penting untuk menuju kesuksesan? Walaupun ada banyak hal lain yang dapat menjadi faktor, saya percaya bahwa faktor penting untuk sukses adalah KEKUATAN TEKAD. Paul Graham, pendiri sebuah startup inkubator di Silicon Valley menulis ini : “Kami mempelajari bahwa prediktor yang paling penting dari kesuksesan adalah tekad. Meskipun faktor lain dapat membantu anda untuk menjadi lebih pintar, namun itu bukanlah faktor penentu. Ada banyak orang secerdas Bill Gates yang bahkan tidak mencapai apa-apa”. Dalam buku The Dip, Seth Godin menulis bahwa ada sebuah tempat di jalan menuju kesuksesan. Dimana anda akan mengalami kemunduran. Ia menyebut tempat itu dengan “lubang”. Ini adalah tempat dimana kekuatan tekad anda dibutuhkan. Banyak orang yang berhenti disana. Namun pemenang pasti dapat melaluinya. Kekuatan tekad dapat membantu anda melewati rintangan dan mengejar impian anda di ...

ABU NASR MUHAMMAD BIN AL FARABI, DEDIKASI TAK MENGENAL LELAH

Abu Nasr Muhammad bin Al-Farabi, Dedikasi Tak Mengenal Lelah Dalam setiap masa, selalu ada orang brilian yang layak di teladani. Dengan segala macam cara dan penemuan baru serta pemikiran cemerlang. Tanpa kenal lelah, mereka telah berusaha semaksimal mungkin untuk berkarya dan memberikan sesuatu yang terbaik bagi kemaslahatan umat manusia. Ini merupakan cara mereka untuk beribadah dan berjuang bagi kepentingan umat. Figur seorang filsuf muslim yang namanya sudah tidak asing dalam dunia Islam. Nama lengkapnya: Abu Nasr  Muhammad bin Tarkhan bin Awzalagh al-Farabi. Dalam teks-teks Latin di abad pertengahan, ia di kenal dengan nama Alfarabius atau Avennasar. Beliau lahir pada tahun 257 H / 870 M, di kampung Wasij di dalam wilayah Farab si seberang Sungai Sihun dan Jihun (Republik Turkistan sekarang). Ayahnya berasal dari Iran dan menjadi tentara kerajaan Samaniah dengan pangkat rendah. Sedangkan ibunya berasal dari daerah Turkistan. Dalam hal pendidikan keluarga, ayahnya san...