PERTANGGUNGJAWABAN SEORANG PEMIMPIN PERTANGGUNGJAWABAN SEORANG PEMIMPIN - SUARA HARIAN OTO BEMO BERODA TIGA
Suara Harian Oto Bemo Beroda Tiga

Komunikasi, Media Ilmu & Pengetahuan Umum Blogging

Langsung ke konten utama

"OTO BEMO.. OTO BEMO.. BERODA TIGA .. TEMPAT BERHENTI.. DITENGAH TENGAH KOTA..PANGGIL NONA..PANGGIL NONA..NAIK KERETA..NONA BILANG..TIDAK PUNYA UANG.. JALAN KAKI SAJA"

PERTANGGUNGJAWABAN SEORANG PEMIMPIN

Zaman sekarang, banyak orang berlomba-lomba menjadi seorang pemimpin. Baik itu pemimpin di sebuah organisasi, kantor, hingga pemimpin di suatu daerah atau negara. Para calon pemimpin banyak yang bersedia melakukan berbagai cara agar bisa menjadi seorang pemimpin, bahkan tak jarang banyak yang bersedia melakukan berbagai kecurangan agar bisa memegang tampuk kepemimpinan.
Kursi pemimpin seolah menjadi tujuan penting yang harus dicapai meski harus menggunakan  cara yang haram, misalnya adanya politik uang dan black campaign menyerang lawan ketika pemilihan kepala daerah dan pemilihan presiden.
Kita seringkali berfikir bahwa menjadi pemimpin itu menyenangkan, dihormati banyak orang, mendapat kekayaan, berbagai macam fasilitas dan kemudahan, serta berbagai macam kesenangan lainnya. Alasan-alasan inilah yang menjadikan banyak orang berlomba-lomba ingin menjadi pemimpin, padahal tujuan utama pemimpin tidaklah seperti itu.
Misalnya, pemimpin di suatu daerah atau Negara, mereka memiliki tanggung jawab yang besar untuk mensejahterakan rakyatnya, namun, apa yang kita lihat sekarang, para pemimpin-pemimpin tersebut justru lebih banyak menyengsarakan rakyatnya, mereka melakukan korupsi dan memakan uang rakyat untuk kesenangan pribadi.
Mereka semua lupa tentang sumpah yang telah diucapkan tatkala dilantik, mereka telah terlena dengan semua kesenangan dan kenikmatan yang telah mereka dapatkan. Para pemimpin banyak yang menutup mata dengan kondisi rakyatnya yang masih berada dalam garis kemiskinan.
Ketika banyak yang kelaparan, tidak mampu mencukupi kebutuhan hidupnya, tidak mampu menyekolahkan anak-anaknya, juga tidak mampu berobat karena sakit. Justru banyak pemimpin yang pura-pura buta dengan semua itu, mereka lebih asyik berkendara menggunakan mobil mewah, jalan-jalan keluar negeri dengan fasilitas negara, bahkan dengan beraninya meminta kenaikan gaji dan tunjangan, serta melakukan korupsi secara berjamaah. Apakah orang-orang seperti ini masih layak disebut sebagai pemimpin yang pantas untuk dihormati?
Saat ini, ketika seseorang terpilih menjadi pemimpin, ia akan bersyukur dan begitu bahagia atas keberhasilannya. Padahal ia sebenarnya berada dalam lingkaran pertanggungjawaban yang teramat berat.
Berbeda dengan pemimpin sekarang yang tersenyum penuh kebanggaan ketika terpilih menjadi pemimpin, sahabat Umar bin Khathab ra. justru menangis karena takut tidak ada yang berani mengingatkannya jika melakukan kesalahan.
Keadilan Seorang Pemimpin          
Hakikatnya setiap orang adalah pemimpin dan setiap orang akan dimintai pertanggungjawabannya ketika kelak di akhirat. Apabila kita menjadi pemimpin namun tidak bisa berlaku adil, lalu bagaimana kelak pertanggungjawaban kita di hadapan Allah? 

Rasulullah SAW. bersabda :
“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya. seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang suami adalah pemimpin terhadap keluarganya, dan akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang istri adalah pemimpin dalam rumah suaminya dan akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang pembantu adalah pemimpin terhadap harta majikannya, dan akan dimintai pertanggungjawabannya. Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya.” (HR.Bukhari dan Muslim).
Seorang pemimpin bertanggungjawab atas semua orang yang dipimpinnya. Bayangkan apabila ada rakyat yang masih kelaparan dan sengsara sehingga tidak rida atas seorang pemimpin, hal ini bisa menghalanginya masuk surga.
Salah satu syarat seorang pemimpin yang paling utama adalah adil. Ya, seorang pemimpin haruslah bisa bersikap adil karena keberhasilan seorang pemimpin salah satunya tercermin dari sikap adilnya.
Adilnya seorang pemimpin adalah ketika ia tidak menggunakan hak rakyat untuk kepentingan pribadi. Meskipun itu hanya setetes minyak sekalipun, namun karena apabila seorang pemimpin menggunakan apa yang seharusnya menjadi hak rakyat, maka sama artinya ia bersikap tidak adil pada rakyat.
Sikap adil lainnya adalah ketika seorang pemimpin harus memutus perkara, jangan sampai seorang pemimpin membela orang yang bersalah karena masih ada hubungan keluarga atau kekerabatan. Sikap seperti ini tentunya akan menyakiti hati rakyat dan apabila pemimpin tersebut meninggal dan belum mendapat keridhaan dari rakyatnya, maka semuanya akan dibalas oleh Allah di akhirat kelak.
Para pemimpin seharusnya mencontoh Rasulullah SAW. dan para sahabat. Rasulullah SAW. tidak pernah berlaku tidak adil kepada umat, bahkan meski menjadi pemimpin umat islam yang jumlahnya begitu besar. Rasulullah SAW. tetap tidur di atas pelepah kurma dan kerap kali menahan lapar dengan mengganjalkan batu diperutnya.
Seorang pemimpin memang sudah seharusnya mendahulukan kebahagiaan dan kesejahteraan rakyatnya dibandingkan pribadi, karena apabila seorang pemimpin kaya, namun rakyatnya masih ada yang sengsara, maka ia bukanlah pemimpin yang adil dan bertanggungjawab.
Sebuah kepemimpinan adalah amanah yang harus dijaga, oleh karena itu apabila kita menjadi pemimpin, kita harus menjadi pemimpin yang adil dan bertanggungjawab, karena setiap laku perbuatan kita sebagai pemimpin, kelak akan diminta pertanggungjawabannya di akhirat. Baca Juga : SOLUSI DARI SETIAP PERMASALAHAN


Bagaimana Reaksi Anda Tentang Artikel Ini?

Komentar

POPULAR POST

IMAM AL GHOZALI JELASKAN MUSIK DAN TARIAN PARA SUFI

Musik dan tarian para sufi dijelaskan oleh Imam Al Ghazali. Hukum musik dan tarian tergantung bagaimana keduanya digunakan. Sedangkan bagi kaum sufi, musik dan tarian yang mereka lakukan merupakan sepenuhnya bersifat keagamaan. Imam Al-Ghazali dalam kitabnya berjudul Kimia-i Sa'adah menjelaskan, para sufi memanfaatkan musik untuk membangkitkan cinta yang lebih besar kepada Allah dalam diri mereka. Dan dengan bermusik, para sufi kerap mendapatkan penglihatan dan kegairahan rohani. Maka dalam hal ini, hati para sufi menjadi sebersih perak yang dibakar di dalam tungku. Mencapai suatu tingkat kesucian yang tak akan pernah bisa dicapai oleh sekadar hidup prihatin walau seberat apapun. Baca Juga :  Kharomah-sayidah-nafsiah-dan-wali-allah Para sufi kemudian menjadi sedemikian sadar akan hubungannya dengan dunia rohani. Sehingga mereka kehilangan segenap perhatiannya akan dunia ini dan kerap kali kehilangan kesadaran indriawi. Meskipun demikian, para calon sufi dilarang ikut ambil bagian d