MAKRIFAT RASA DALAM KOPI MAKRIFAT RASA DALAM KOPI - SUARA HARIAN OTO BEMO BERODA TIGA
Suara Harian Oto Bemo Beroda Tiga

Komunikasi, Media Ilmu & Pengetahuan Umum Blogging

Langsung ke konten utama

"OTO BEMO.. OTO BEMO.. BERODA TIGA .. TEMPAT BERHENTI.. DITENGAH TENGAH KOTA..PANGGIL NONA..PANGGIL NONA..NAIK KERETA..NONA BILANG..TIDAK PUNYA UANG.. JALAN KAKI SAJA"

MAKRIFAT RASA DALAM KOPI

Banyak sekali hal baik yang bisa kita ambil soal kedalaman rasa bagi pecinta kopi.
Tapi bicara soal potensi diri dan kualitas diri tanpa teori, hanya sekedar menggunakan rasa.

Jika kita bisa mendalami rasa, maka kita akan menemukan surga dalam diri. Sangat dalam, bahkan ada rasa di dalam rasa yang tidak bisa dipahami dengan pendekatan ilmu tampak manapun. Karena tidak semua hal harus dengan pembuktian kasat mata, karena faktanya banyak yang kita percaya meski tidak pernah ia menampakkan diri, bahkan belum pernah kita lihat sama sekali.

Apa kamu pernah melihat Tuhan, malaikat, Nabi nabi, hingga melihat bentuk gelombang suara, jaringan internet dan sms yang ghaib karena bisa mengirim kata dengan cepat dalam jarak yang sangat jauh? Seperti apa bentuknya? Kenapa kamu percaya?

Jika kita bisa mengolah rasa yang tidak bisa dilihat seperti itu maka,

Tujuanmu bekerja menjadi bukan untuk kaya seperti Kaum Sudra

Tujuanmu belajar dan berlatih bukan untuk pintar dan kuat seperti kaum ksatria

Namun menjadi Brahmana adalah tujuanmu, yang bisa sudra dan bisa ksatria pada saat saat tertentu yang memang diperlukan pada saat itu.

Sweet and strong taste. Sangat kuat dan melembut di lidah. Merasakan hidup kita sendiri lebih baik dari pada merasakan hidup orang lain, karena tidak ada manusia yang mampu merasakan hidup orang lain kecuali dengan perasaannya sendiri. Tidak perlu disanggah, karena kedalaman hakikat rasaku tidak ada yang bisa tahu.

“Seperti sedekah dan hadiah, meski sama sama memberi, tapi menggunakan rasa yang berbeda”

Kopi selalu menjadi sahabat dimana saja dan kapan saja. Apalagi ketika serangan dari si penghancur mood alias “deadline” datang. Itulah alasan yang membuat saya selalu meracik segelas kopi hampir setiap malam.

Satu hal yang muncul di imajinasi saya ketika meracik sebuah kopi, kopi adalah sesuatu cairan yang beraroma. Bila memeluk lidahku rasanya pahit, tapi begitu didiamkan, rasanya hangat dan glegarrr, lalu ada sedikit sensasi yang diam-diam membuat saya melayang-layang. Aroma itu tentang harum yang ketika hidung saya menciumnya seperti ada senyawa gas tersendiri. Nah, demikian adalah sedikit tentang kopi dalam imajinasi saya.

Hakikat kopi berhubungan erat tentang sebuah semangat, passion dan mimpi. Kopi juga sebuah cerita tentang kehidupan. Sejak saya kecil, kopi menjadi topik tersendiri yang membentuk jalan cerita sekaligus menjadi sumber inspirasi dan mimpi terbesar dalam hidup saya.

Mengecap rasanya yang pahit kadang-kadang mengingatkan saya akan hidup. Hidup itu seperti kopi. Kadang-kadang kita harus merasakan pahitnya dulu sebelum mencapai sensasi terdahsyatnya. Kopi memberikan saya banyak sekali pelajaran tentang hidup. Tentang bagaimana dalam menikmati sebuah kopi kita harus pelan-pelan dan nggak boleh terburu-buru agar rasanya masih membekas di lidah.

Hidup pun seperti itu. Kita harus melewati proses demi proses untuk merasakan sari patinya, sebelum memperoleh kebahagiaan. Baca Juga : Menyikapi-jadzab

Hakikat kopi juga berhubungan erat tentang sebuah hubungan antar manusia (hablum minannas). Hubungan dengan orang tua, teman, pasangan dan sebagainya. Menyukai kopi berarti harus menyukai satu paket rasa yang ada dalam kopi itu sendiri, berupa pahit, manis, asam, panas. Seperti halnya sebuah hubungan sesama manusia yang harus menerima satu paket kekurangan dan kelebihan masing-masing dari kita.


Bagaimana Reaksi Anda Tentang Artikel Ini?

Komentar

POPULAR POST

IMAM AL GHOZALI JELASKAN MUSIK DAN TARIAN PARA SUFI

Musik dan tarian para sufi dijelaskan oleh Imam Al Ghazali. Hukum musik dan tarian tergantung bagaimana keduanya digunakan. Sedangkan bagi kaum sufi, musik dan tarian yang mereka lakukan merupakan sepenuhnya bersifat keagamaan. Imam Al-Ghazali dalam kitabnya berjudul Kimia-i Sa'adah menjelaskan, para sufi memanfaatkan musik untuk membangkitkan cinta yang lebih besar kepada Allah dalam diri mereka. Dan dengan bermusik, para sufi kerap mendapatkan penglihatan dan kegairahan rohani. Maka dalam hal ini, hati para sufi menjadi sebersih perak yang dibakar di dalam tungku. Mencapai suatu tingkat kesucian yang tak akan pernah bisa dicapai oleh sekadar hidup prihatin walau seberat apapun. Baca Juga :  Kharomah-sayidah-nafsiah-dan-wali-allah Para sufi kemudian menjadi sedemikian sadar akan hubungannya dengan dunia rohani. Sehingga mereka kehilangan segenap perhatiannya akan dunia ini dan kerap kali kehilangan kesadaran indriawi. Meskipun demikian, para calon sufi dilarang ikut ambil bagian d