TASAWUF OBAT RADIKALISME TASAWUF OBAT RADIKALISME - SUARA HARIAN OTO BEMO BERODA TIGA
Suara Harian Oto Bemo Beroda Tiga

Komunikasi, Media Ilmu & Pengetahuan Umum Blogging

Langsung ke konten utama

"OTO BEMO.. OTO BEMO.. BERODA TIGA .. TEMPAT BERHENTI.. DITENGAH TENGAH KOTA..PANGGIL NONA..PANGGIL NONA..NAIK KERETA..NONA BILANG..TIDAK PUNYA UANG.. JALAN KAKI SAJA"

TASAWUF OBAT RADIKALISME

Umat Islam untuk terus belajar dan belajar berbagai bidang ilmu keagamaan. Tidak hanya mempelajari fikih, namun juga mendalami tasawuf. “Islam itu tidak hanya satu bidang saja,” 

Tasawuf adalah bagian dari perkembangan ajaran islam dari para sufi. Dalam rukun islam dan rukun imanmengenai tasawuf memang tidak terdapat secara eksplisit. Ajaran tasawuf sendiri dianggap berasal dari berbagai pengaruh ajaran agama atau filsafat lain yang akhirnya diadopsi dan disesuaikan dengan konsep islam. Untuk itu terdapat pro kontra mengenai hal tersebut. Tentu saja hal ini tidak boleh bertentangan dengan Fungsi Iman Kepada Kitab Allah, Fungsi Iman Kepada Allah SWT, dan Fungsi Al-quran Bagi Umat Manusia.

Berikut adalah pijakan dalil tasawuf dalam berbagai sudut pandang hadist dan Al-Qur'an.

*HADIST QUDSI*
AWALUDDIN MA’RIFATULLAH : Awal Agama mengenal Allah.

MAN ARAFA NAFSAHU FAQAD ARAFA RABBAHU :  Barang siapa yang mengenal dirinya, sungguh ia telah mengenal Tuhannya.

SYUHUDUL WAHDAH FIL KASRAH, SYUHUDUL KASRAH FIL WAHDAH : Pandang yg satu pada yg ramai, Pandang yg ramai pada yg satu.

Dilihat dari segi sumbernya, hadis dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni hadis qudsi dan hadis nabawi. Hadis qudsi yang juga disebut dengan istilah hadis Ilahi atau hadis rabbani, adalah suatu hadis yang berisi firman Allah SWT yang disampaikan kepada Nabi SAW, kemudian Nabi menerangkannya dengan menggunakan susunan katanya sendiri serta menyandarkannya kepada Allah SWT.

Dengan kata lain, hadis qudsi ialah hadis yang maknanya berasal dari Allah SWT, sedangkan lafalnya berasal dari Nabi SAW. Dengan begitu, hadis qudsi berbeda dengan hadis nabawi yaitu hadis yang lafal maupun maknanya berasal dari Rasulullah sendiri.

Dari segi nilai sanad, hadis ada tiga macam, yaitu sahih, hasan dan daif. Hadis sahih adalah hadis yang memenuhi persyaratan, pertama, sanadnya bersambung, kedua, diriwayatkan oleh rawi yang adil, memiliki sifat istiqamah, berakhlak baik, tidak fasik, terjaga muruah (kahormatan dirinya) dan dabit/, ketiga, matan-nya tidak syazz (tidak mengandung kejanggalan-kejanggalan) serta tidak ber-illat (sebab-sebab yang tersembunyi atau tidak nyata yang mencacatkan hadis).

Hadis yang memiliki syarat-syarat tersebut juga disebut sahih li zatih. Tetapi bila kurang salah satu syarat tersebut, namun bisa ditutupi dengan cara lain, ia dinamakan sahih li gairih.

Hadis hasan adalah hadis yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh rawi yang adil, tetapi tidak sempurna dabit-nya, serta matan-nya tidak syazz dan ber-illat. Hadis hasan dengan syarat-syarat demikian disebut hasan li zatih.

Al-quran adalah kitab suci umat Islam yang berisi firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantaa malaikat Jibril untuk dibaca, dipahami, dan diamalkan sebagai petunjuk atau pedoman hidup bagi umat manusia. Fungsi Al-quran ada beberapa macam mulai dari fungsi Al-quran dalam agama Islam, fungsi Al-quran bagi kehidupan manusia, dan fungsi Al-quran sebagai sumber ilmu. 

*AL-QUR'AN*
QS. Al-Kahfi : 109 : “Seandainya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Rabbku, maka pasti habislah lautan itu sebelum selesai (penulisan) kalimat-kalimat Rabbku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).”

QS. Luqmaan : 27 : “Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) setelah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

QS. Ya Sin : 2 : "Demi Al Quran yang penuh hikmah".

QS. Az-Zariyat Ayat : 20 Wa fil-arḍi āyātul lil-mụqinīn Terjemah Arti: Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin.

QS. Az-Zariyat : 21 Wa fī anfusikum, a fa lā tubṣirụn Terjemah Arti: Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?

QS AR RUM:22
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.

QS AL HUJURAT:13
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

Cara pandang ulama tasawuf atau para sufi atas segala sesuatu tidaklah hitam-putih atau halal-haram sebagaimana ulama fikih. Karenanya, para sufi tidak mudah menyalahkan pihak lain yang berbeda.

Sufi adalah sosok yang senantiasa mengamalkan ayat udkhulu fi al-silmi kaffah (masuklah dalam perdamaian secara total). “Ini perilaku yang mesti kita lakukan, sebagai kontribusi perdamaian dan pangkal pencerahan,”  

Umat Islam tidak melihat sesuatu secara hitam-putih dan belum beranjak dari cara pandang banner ini. “Ini yang menyebabkan umat Islam menjadi galak,”

Arus gerakan radikalisme dan ekstremisme di Indonesia sudah sangat memprihatinkan. Hampir tidak ada lagi dimensi kehidupan yang kebal dari pengaruh gerakan ini. Bila dilacak dengan seksama, radikalisme dan ekstremisme bermula dari nalar agama. Pemahaman agama yang bersifat literalis dan tertutup telah menjadi pintu masuk bagi pembenihan dan persebaran sel gerakan tersebut.

Celakanya, pemahaman agama model demikian sedang menjadi tren di Indonesia. Tren seperti ini umumnya ditemukan pada fenomena Islam perkotaan. Istilah tersebut untuk menyebut kegairahan dalam beragama yang menjamur di lapisan kelas menengah dalam bentuk halaqah, pengajian, dan kursus-kursus keagamaan yang instan. Biasanya juga diasuh oleh ustadz dan mubaligh perkotaan yang tidak memiliki akar tradisi keagamaan yang kokoh.

Fenomena ‘ustadz seleb’ yang menyebarkan agama secara instan, hitam-putih, dan berorientasi halal-haram seperti ini telah lama menjamur (Greg Fealy dan Selly White, 2012). Dalam kadar tertentu, fenomena seperti ini telah menyediakan lahan yang produktif bagi penyebaran nalar keagamaan yang intoleran dan anti-perbedaan. Inilah benih awal radikalisme dan ekstremisme. Sepuluh tahun yang lalu, fenomena seperti ini hanya terjadi di perkotaan. Saat ini, tren ini juga menyebar hingga ke pelosok-pelosok desa.

Dampaknya, sikap intoleran dan anti-perbedaan telah mejadi fenomena umum yang mewarnai kehidupan keberagamaan di Indonesia. Masyarakat tampil dalam simbol-simbol religius, akan tetapi begitu gemar mengafirkan orang lain. Banyak individu dan kelompok sosial menjadi korban ‘ambisi’ beragama yang gampang menuduh orang lain yang berbeda agama/keyakinan sebagai bid’ah, munafik, kafir dan thoghut.

Sifat Radikalisme
Masyarakat yang intoleran dan anti-perbedaan, menjadi sangat mudah disulut untuk ‘menghalalkan’ cara-cara kekerasan dalam memenangkan konflik agama. Sikap intoleransi telah diikuti dengan penerimaan terhadap kekerasan atas nama agama. Banyaknya kelompok-kelompok agama yang berkarakter demikian menandakan, semakin banyak pula orang-orang yang mudah dikader dan direkrut menjadi bagian dari gerakan radikalisme.

Hanya butuh satu tahap lagi, sikap intoleransi tersebut akan mengeras menjadi sikap anti-sistem. Inilah gejala yang paling tampak dari radikalisme dan ekstremisme (Noorhaidi Hasan, 2013). Sikap seperti ini biasanya diekspresikan dengan penolakan terhadap berbagai sistem politik, sosial, dan ekonomi yang dianggap sebagai produk ‘Barat’ dan kafir. Demokrasi—misalnya, dianggap sebagai produk Barat dan karenanya ditetapkan sebagai kafir.

Sikap seperti itu misalnya tampak dalam fenomena penolakan kelompok radikalis dan ekstremis terhadap ideologi Pancasila dan NKRI. Keduanya dianggap sebagai thoghut dan harus diperangi. Gerakan seperti ini akan melakukan segala cara untuk mewujudkan agenda-agenda politiknya. Tidak ada agenda politik lebih besar kecuali menggulingkan negara dan menggantikannya dengan konsep khilafah atau Pan-Islam. Hanya pada sisi permukaan saja gerakan radikalisme seakan-akan tampil sebagai gerakan agama. Sesungguhnya seluruh gerakan ini dikendalikan oleh motif kekuasaan ekonomi dan politik.

Radikalisme dan ekstremisme bermula dari nalar agama yang tertutup, intoleran, dan anti-perbedaan. Nalar agama seperti ini sepenuhnya bersumber pada ajaran agama yang dijaga bersifat artifisial dan dijauhkan dari khazanah keagamaan yang kaya raya. Pendek kata, ini merupakan nalar agama yang merayakan kulit dan melupakan substansi. Dalam sejarah Islam di Indonesia, nalar keagamaan seperti ini mengemuka karena disingkirkannya ajaran-ajaran sufisme di dalam praktik beragama.

Islam Nusantara adalah Islam sufistik yang begitu ramah terhadap ragam perbedaan dan lokalitas. Cara ber-Islam yang berorientasi pada sufisme, akan terus mencari titik temu terbaik dengan segenap perbedaan, bahkan merayakan nilai-nilai lokal. Hal ini karena sufisme mengajarkan dan menunjukan orang pada jalan menuju hakikat dan keadaban universal. Dalam tradisi seperti ini, Islam dengan mudah bertemu dengan keadaban-keadaban lokal. Titik temu seperti ini disebut sintesis-mistik (mystic-synthesis).

Di Jawa khususnya, mencari titik temu terbaik dengan keadaban-keadaban lokal seperti ini merupakan cara ber-Islam mayoritas. Islam hadir dengan penghargaan yang besar terhadap perbedaan dan lokalitas, tanpa mengurangi derajat ortodoksi dan otentisitas Islam. Sayangnya, belakangan ini, nalar Islam demikian mulai tergerus dan terpinggirkan oleh gaya Islam intoleran yang sangat berambisi mengenyahkan segenap perbedaan, bahkan memberangus keadaban-keadaban lokal. Baca Juga : Radikalisme-dalam-pandangan-sejarah

Mengembalikan tata beragama yang berorientasi pada substansi, ramah terhadap perbedaan dan lokalitas, serta berakar pada tradisi dan khazanah Islam yang kaya raya, akan menjadi obat yang mujarab bagi upaya kontra radikalisme dan ekstremisme. Dimensi sufisme dalam beragama telah terbukti menjadi faktor utama yang menyebabkan Islam diterima dan menyatu dengan kesadaran masyarakat Nusantara. Faktor ini pula yang potensial menyelamatkan masyarakat dari gejolak radikalisme dan ekstremisme. Paradigma Islam sufistik yang ramah inilah akar keberagamaan dan identitas Islam Nusantara. Wallahu’alam.


Bagaimana Reaksi Anda Tentang Artikel Ini?

Komentar

POPULAR POST

IMAM AL GHOZALI JELASKAN MUSIK DAN TARIAN PARA SUFI

Musik dan tarian para sufi dijelaskan oleh Imam Al Ghazali. Hukum musik dan tarian tergantung bagaimana keduanya digunakan. Sedangkan bagi kaum sufi, musik dan tarian yang mereka lakukan merupakan sepenuhnya bersifat keagamaan. Imam Al-Ghazali dalam kitabnya berjudul Kimia-i Sa'adah menjelaskan, para sufi memanfaatkan musik untuk membangkitkan cinta yang lebih besar kepada Allah dalam diri mereka. Dan dengan bermusik, para sufi kerap mendapatkan penglihatan dan kegairahan rohani. Maka dalam hal ini, hati para sufi menjadi sebersih perak yang dibakar di dalam tungku. Mencapai suatu tingkat kesucian yang tak akan pernah bisa dicapai oleh sekadar hidup prihatin walau seberat apapun. Baca Juga :  Kharomah-sayidah-nafsiah-dan-wali-allah Para sufi kemudian menjadi sedemikian sadar akan hubungannya dengan dunia rohani. Sehingga mereka kehilangan segenap perhatiannya akan dunia ini dan kerap kali kehilangan kesadaran indriawi. Meskipun demikian, para calon sufi dilarang ikut ambil bagian d