SEJARAH BANI ISRAIL (Part 3) : DUA BELAS KLAN DAN DIASPORA MEREKA SEJARAH BANI ISRAIL (Part 3) : DUA BELAS KLAN DAN DIASPORA MEREKA - SUARA HARIAN OTO BEMO BERODA TIGA
Suara Harian Oto Bemo Beroda Tiga

Komunikasi, Media Ilmu & Pengetahuan Umum Blogging

Langsung ke konten utama

"OTO BEMO.. OTO BEMO.. BERODA TIGA .. TEMPAT BERHENTI.. DITENGAH TENGAH KOTA..PANGGIL NONA..PANGGIL NONA..NAIK KERETA..NONA BILANG..TIDAK PUNYA UANG.. JALAN KAKI SAJA"

SEJARAH BANI ISRAIL (Part 3) : DUA BELAS KLAN DAN DIASPORA MEREKA


Ilustrasi Gambar
Al-Qur’an menggunakan dua istilah untuk menunjuk bangsa keturunan Ya’qub, yaitu Bani Israil dan Yahudi. (Ilustrasi: The Forward). Dari dua istri (Lea dan Rahel) dan dua selir (Zilpa dan Bilha), Ya’qub alias Israil memilik 12 putra, yaitu Ruben, Simeon, Lewi, Yehuda, Dan, Naftali, Gad, Asyer, Isakhar, Zebulon, Yusuf, dan Benyamin. Putra-putra Ya’qub ini menjadi 12 kabilah Bani Israil. Al-Qur’an menyebutkan:  

 وَقَطَّعْنٰهُمُ اثْنَتَيْ عَشْرَةَ اَسْبَاطًا اُمَمًا (الاعراف : ١٦٠) 

“Dan Kami bagi mereka ke dalam dua belas suku yang masing-masing berjumlah besar” (QS Al-A’raf [7]: 160). 

Putra ketiga Ya’qub, Lewi, menurunkan banyak nabi dan imam, seperti Musa, Harun, Samuel, Ilyas, Zakariyya, dan Yahya. Putra Ya’qub yang keempat, Yehuda, menurunkan nabi sekaligus raja, yaitu Dawud dan Sulaiman. Putra Ya’qub yang ke-11, Yusuf, menurunkan Nabi Yusya’ dan Ilyasa’. Putra Ya’qub yang ke-12, Benyamin, menurunkan Nabi Yunus. Isa, menurut sebagian pendapat, adalah nabi Bani Israil yang terakhir. 

Maryam, ibunya, konon keturunan Lewi. Ada juga yang bilang keturunan Yehuda. Menurut Qurthubi (Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân/XX, h. 440), Isa bukan keturunan Israil. Ini tersirat dalam QS Al-Shaff [61]: 5-6). Musa menyeru kaumnya dengan ucapan ‘Wahai kaumku’ (يٰقوم), sementara Isa menyeru ‘Wahai Bani Israil’ (يا بني إسرائيل). 

Ini karena Isa tidak punya garis darah dengan mereka (لأنه لا نسب له فيهم). Al-Qur’an menggunakan dua istilah untuk menunjuk bangsa keturunan Ya’qub, yaitu Bani Israil (misal QS Al-Baqarah [2]: 40, 47, 122) dan Yahudi (misal, QS Al-Baqarah [2]: 113, 120; Al-Maidah [5]: 18) atau الذين هادوا (misal, QS Al-Baqarah [2]: 62; QS Jumu’ah [62]: 7). 

Sebagian ulama menyimpulkan, Bani Israil adalah keturunan Ya’qub dari 12 anak-anaknya. Di zaman Musa, 12 klan besar ini masih utuh. Al-Qur’an menggambarkan, ketika Bani Israil kehausan, Musa memukulkan tongkatnya ke batu, kemudian terpancarlah air dari 12 sumber. Masing-masing suku minum dari 12 sumber mata air yang terpisah (QS Al-Baqarah [2]: 60; QS Al-A’raf [7]: 160). 

Setelah wafatnya Sulaiman, 12 suku Bani Israil terbelah dua. Sepuluh suku tinggal di Utara di bawah Kerajaan Israel dengan ibu kota Samaria. Dua suku menetap di Selatan di bawah Kerajaan Yehuda/Yudea, dengan ibu kota Yerussalem.  Pada abad ke-8 SM, Kerajaan Israel di Utara diinvasi Bangsa Asyur. Mereka ditumpas. Sebagian besar dibunuh, ada yang ditawan dan dijadikan budak. Sebagian kecil melarikan diri ke Selatan. 

Setelah itu, 10 suku ini dinyatakan hilang. Bani Israil yang tersisa tinggal di Selatan, di bawah Kerajaan Yehuda/Yudea, dengan dua suku Yehuda dan Benyamin. Keturunan Yehuda, yang berbakat di bidang politik dan pemerintahan, mendominasi kerajaan. Merekalah yang kemudian disebut Yahudi.  Ketika Al-Qur’an menyebut Bani Israil, maksudnya adalah seluruh keturunan Ya’qub dari 12 suku. Ketika Al-Qur’an menggunakan istilah

 «اليهود» atau «الذين هادوا», 

maksudnya adalah sisa Bani Israil yang dominan dari keturunan Yehuda. Merekalah yang paling berambisi dalam politik dan pemerintahan. Dapat disimpulkan sementara, setiap Yahudi adalah Bani Israil, tetapi tidak semua Bani Israil adalah Yahudi. Kesimpulan ini diperkuat dengan ayat: 

وَمِنْ قَوْمِ مُوْسٰٓى اُمَّةٌ يَّهْدُوْنَ بِالْحَقِّ وَبِهٖ يَعْدِلُوْنَ (الاعراف: ١٥٧) 

“Dan di antara kaum Musa terdapat suatu umat yang memberi petunjuk dengan kebenaran dan dengan itu (pula) mereka berlaku adil” (QS Al-A’raf [7]: 159). 

Para mufassir menduga-duga siapa mereka. Ibn Jarir al-Thabari (Tafsîr Thabarî/X, h. 501-502) berpendapat, mereka adalah keturunan Ya’qub yang tidak mau terlibat dalam pembunuhan para nabi. 

Mereka berdoa: ‘Ya Allah, pisahkanlah kami dan mereka.” Allah kemudian kuakkan bumi. Ketika bumi terbelah, mereka berjalan menyusuri lorong, satu setengah tahun, hingga sampai ke daratan China. Mereka adalah kaum hanif dari Bani Israil. Menukil Ibn Abbas, Thabari menyebut mereka adalah address dari firman Allah:  

وَّقُلْنَا مِنْۢ بَعْدِهٖ لِبَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ اسْكُنُوا الْاَرْضَ فَاِذَا جَاۤءَ وَعْدُ الْاٰخِرَةِ جِئْنَا بِكُمْ لَفِيْفًا (الاسراء: ١٠٤) 

“Dan setelah itu Kami berfirman kepada Bani Israil, ‘Tinggallah di negeri ini, maka apabila masa kebangkitan datang, Kami kumpulkan kalian berbaur’.” (Al-Isra’ [17]: 104). Senada dengan ini, Qurthubi (Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân/IX h. 358-59) menegaskan keberadaan mereka eksis sampai sekarang. Mereka ada daratan Tiongkok, di belakang sungai Yangzi. 

Mereka mengimani Muhammad, tetapi terisolasi. Tidak ada dari kita yang sampai ke mereka, tidak ada dari mereka yang sampai ke kita (لا يصل إلينا منهم أحد، ولا منا إليهم أحد). 

Artinya keberadaan mereka mistrius, sebagaimana hilangnya 10 suku Bani Israil yang gaib sampai sekarang.  Ketika Al-Qur’an turun, Bani Israil yang tersisa adalah keturunan orang Selatan, warga Kerajaan Yehuda/Yudea yang koyak dan ditindas oleh bangsa Babilonia, Yunani, Romawi, dan Romawi Kristen. Baca Juga : Sejarah-bani-israil-part-4-zionis

Merekalah yang kemudian disebut Yahudi. Setelah itu mereka berdiaspora ke berbagai belahan bumi, termasuk Jazirah Arab. Ketika menceritakan kelakukan nenek moyang mereka, Al-Qur’an menggunakan sebutan يا بني اسرائيل. 

Ketika menyebut sisa keturunan mereka yang eksis ketika wahyu turun, Al-Qur’an menyeru mereka يا ايها الذين هادوا. 

Wallahu ta’ala A’lamu bis Shawab. Apakah Yahudi sekarang, yang tinggal di Negara Israel, sebagian jadi zionis, masih bersambung nasab dengan Yahudi ketika wahyu turun? Bagian ini akan diuraikan di bagian akhir tulisan. Bersambung. 



Bagaimana Reaksi Anda Tentang Artikel Ini?

Komentar

POPULAR POST

IMAM AL GHOZALI JELASKAN MUSIK DAN TARIAN PARA SUFI

Musik dan tarian para sufi dijelaskan oleh Imam Al Ghazali. Hukum musik dan tarian tergantung bagaimana keduanya digunakan. Sedangkan bagi kaum sufi, musik dan tarian yang mereka lakukan merupakan sepenuhnya bersifat keagamaan. Imam Al-Ghazali dalam kitabnya berjudul Kimia-i Sa'adah menjelaskan, para sufi memanfaatkan musik untuk membangkitkan cinta yang lebih besar kepada Allah dalam diri mereka. Dan dengan bermusik, para sufi kerap mendapatkan penglihatan dan kegairahan rohani. Maka dalam hal ini, hati para sufi menjadi sebersih perak yang dibakar di dalam tungku. Mencapai suatu tingkat kesucian yang tak akan pernah bisa dicapai oleh sekadar hidup prihatin walau seberat apapun. Baca Juga :  Kharomah-sayidah-nafsiah-dan-wali-allah Para sufi kemudian menjadi sedemikian sadar akan hubungannya dengan dunia rohani. Sehingga mereka kehilangan segenap perhatiannya akan dunia ini dan kerap kali kehilangan kesadaran indriawi. Meskipun demikian, para calon sufi dilarang ikut ambil bagian d