‘’Bertindak
local, berfikir global!’’ Bahasa ini mungkin sering anda dapatkan, baik dimedia
audio maupun visual. Namun demikian,
pemahaman atau maksud kalimat tersebut sering kali dianggap enteng. Anda tentu
sudah mengetahui budaya pikir masyarakat Indonesia pada umumnya lebih
mengedepankan hati (perasaan) dibanding dengan akal (logika).
Falfasah
hidup yang dilestarikan didalam masyarakat adalah memandang hidup ini cuma
sebentar. Berpegang pada falsafah hidup tersebut, masyarakat memandang makna
hidup adalah menjalani kehidupan sebagaimana tugas. Namun, tidak sedikit
masyarakat yang keliru memaknai falsafah bijak tersebut. Sebagian masyarakat
memaknai falsafah hidup yang cuma sebentar secara harfiah. Akibatnya, mereka
mereka merasa tidak perlu bersusah- susah dalam menjalaninya.
Kekeliruan
dalam memberikan makna terhadap falsafah hidup tersebut turut dipengaruhi
pemikiran-pemikiran baru yang hadir bersama arus globalisasi. Dalam hal ini,
arus globalisasi bergerak semakin cepat. Masyarakat yang semula patuh terhadap
tradisi rupanya pikiran dan tindakannya mulai terpengaruh oleh paradigma
modern. Harus diakui bahwa arus globalisasi ini sedikit banyaknya mempengaruhi
masyarakat, khususnya dibidang wirausaha.
Globalisasi
bisa berdampak positif terhadap masyarakat apabila segala bentuk pemikiran
global ditempatkan secara proporsional. Dengan kata lain, sebagai pekerja yang
bertempat di dalam negeri, baik tingkat local maupun nasional, alangkah baiknya
jika pikiran-pikiran yang bersumber dari arus globalisasi hanya dijadikan
acuan.
Pada
prinsipnya, prilaku seorang pekerja dari masyarakat Indonesia harus selalu
menjunjung tinggi nilai- nilai dari falsafah hidup ’’berfikir local, bertindak
global”. Apabila produk pemkiran globalisasi telah menjadi ajaran hidup
masyarakat Indonesia maka sikap dan prilaku akan jauh dari etika sosial di
ruang lingkup pekerjaan.
Berfikir
tidak membutuhkan hari baik atau waktu yang tepat. Berfikir dapat dilakukan
dalam menjalankan rutinitas sehari-hari, ketika berjalan, bersantai atau bahkan
tengah melakukan pekerjaan. Namun, berfikir ternyata termasuk hal yang berat
untuk dilakukan. Hendry Fold- dalam Prasetyono-menyatakan bahwa berfikir adalah
aktivitas paling berat dari antara segala macam pekerjaan. Itulah penyebab
sangat sedikit orang yang melakukannya.
Kekuatan
apa yang paling tangguh dan tersembunyi ? kekuatan ini bisa menyelamatkan,
tetapi juga dapat mendatangkan kehancuran. Kekuatan tersebut tidak lain adalah
pikiran. Kekuatan pikiran yang diarahkan akan dapat membangun dan menjaga.
Sebaliknya, jika kekuatan tersebut ditumbangkan maka akan berakibat buruk pada
diri sendiri dan bahkan lingkungan.
Budaya
malas yang sering disematkan untuk masyarakat Indonesia hendaklah hanya menjadi
catatan masa lalu. Sebab, saat ini masyarakat dihadapkan dengan berbagai hal
yang serba cepat (instan). Sikap malas berfikir akan berakibat enggan melakukan
segala sesuatu, termasuk tidak mau repot atau bersusah payah demi mewujudkan
keinginan. Anda mungkin sering mendengar atau menyaksikan berita mengenai
tingginya angka kriminalitas di negeri ini. Hal lain yang tidak kalah
mengejutkan ialah budaya perdukunan masih tetap dipelihara. Hal ini tidak lepas
dari adanya keinginan tinggi, tetapi diikuti sikap malas mencari solusi untuk
mewujudkannya.
Berfikir
global merupakan tuntutan untuk mengembangkan daya pikir agar tidak tersingkir.
Adapun maksud mengembangkan daya pikir dalam hal ini ialah mencari solusi
paling tepat, efektif, terbaik, menguntungkan, serta tidak berbanding terbalik
dengan norma masyarakat, agama, moral, serta budaya local. Pemikiran seperti
ini akan sangat membantu dalam hal pekerjaan. Jadi, bukan meniru hal-hal yang
bersifat negative, tetapi mencari bentuk dan desain yang tepat atau sesuai
dengan budaya dan kepribadian bangsa. Pelajari hal-hal yang diperlukan dalam
pekerjaan. Setelah itu, berupaya mencari cara yang tepat untuk mengaplikasikan
sesuai dengan kebutuhan. CERDAS MENGELOLA EMOSI
Bagaimana Reaksi Anda Tentang Artikel Ini?
Komentar
Posting Komentar
SILAKAN KOMENTAR SESUAI TOPIK.....