Penjelasan ulama terhadap kalimat sufistik yang tampak melewati batas Dalam khazanah tasawuf kita sering mendengar ucapan para sufi yang tampak melewati batas dan kadang bertentangan dengan kaidah umum keislaman seperti yang terkenal Abu Yazid Al-Busthami, Al-Hallaj, Ibnu Arabi, atau Al-Jili. Bagaimana pandangan ulama perihal ini? Terima kasih. Wassalamu alaikum wr. wb. (Hamba Allah /Martapura) Jawaban Penanya yang budiman, semoga dirahmati Allah SWT. Kalam-kalam yang tampak melewati batas itu bukan hanya dilontarkan oleh sufi, tetapi juga pernah oleh sahabat rasul seperti Sayyidina Umar, Sayyidah Aisyah, dan sahabat lainnya yang sebagian dikutip di sini. Sayyidina Umar pernah mengatakan, “Banjir Nuh dalam ratapanku seperti aliran air mata//Kobaran api Ibrahim seperti kepedihan hatiku yang terbakar oleh cinta. Kalau bukan embusan panjang napasku, niscaya aku tenggelam oleh air mata//tetapi sekiranya tanpa air mata, niscaya aku terbakar oleh napasku yang panas. Dukaku apa yang diungka
Sepuluh (10) ribu tahun silam, manusia mulai mendomestikasi hewan dan tumbuhan. Hewan-hewan liar ditangkap, dilatih, dirawat, dan dikembangbiakkan. Manusia tak perlu lagi berburu untuk memakan daging. Manusia adalah spesies luar biasa. Ia tak hanya unggul dibanding hewan-hewan lain, tapi juga menaklukkan, mengatur, dan menentukan nasib alam raya. Alam menyediakan tanah, manusia menyulapnya menjadi gerabah. Alam menyediakan logam, manusia mengubahnya menjadi roket dan pesawat terbang. Manusia terus berinovasi, mencari solusi untuk mengatasi keterbatasannya. Industri hewan mencapai titik jenuh yang membahayakan manusia. Hewan ternak menyumbang 15% dari pemanasan global. Belum lagi perilaku manusia yang brutal dalam memperlakukan hewan. Manusia membutuhkan jutaan ton daging setiap hari, yang diperoleh dengan cara membantai ribuan sapi, kambing, ayam, dan hewan ternak lainnya. Sebelum dibantai, mereka digemukkan dengan cara-cara yang tak etis dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Untuk me